JABARNEWS| BANDUNG – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dedeh Fardiah mengungkapkan, pengaruh media massa dan media sosial, selain sisi manfaat, juga menimbulkan sisi negatif yakni kegelisahan akan terkikisnya nilai-nilai tabayyun (konfirmasi), berita bohong atau hoax, dan liarnya ujaran kebencian, terutama di media sosial.
Oleh karena itu, kata Dedeh pentingnya literasi media dan digital sebagai filter atas liarnya informasi yang menyebar ke masyarakat.
“Tidak hanya masyarakat media juga penting dalam mengemas, memframing berita atau mengambil narasumber atau konten kontennya adalah bagian dari literasi supaya masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan benar, ” kata Dedeh dalam dialog khusus dengan tema ‘Merajut Damai Pasca Pemilu’ di Bandung, Senin (24/06/2019).
Kemudian, lanjutnya, dari sisi masyarakat, jangan langsung mencerna begitu saja. Dengan adanya kecepatan, masyarakat seakan gatal kalau tidak men-share atau repost, padahal isinya belum tentu benar apa tidak.
Ditegaskannya, kalau masyarakat melek kemudian medianya kurang atau pemahaman literasi medianya kurang, tanpa mengetahui informasi itu benar atau tidak, maka sangat bahaya dan menjadi pemicu-pemicu ketidaknyamanan, ketidak rukunan.
“Karena tadi dari informasi yang tidak benar, yang ada jadi panas tanpa tau kebenarannya asal viralkan, viralkan, ” katanya.
Dedeh menyebutkan ciri-ciri berita hoaks adalah pertama dilihat dari sisi kalimat itu biasanya terlalu sempurna atau terlalu mengerikan.
“Ciri-cirinya terlalu sempurna dan mengerikan misalnya ada kalimat viralkan. Ini patut curiga adalah berita hoaks,” sebutnya.
Maka dari, lanjutnya, perlu pemahaman dan pengetahuan yang lebih tidak asal main share, ketika ada informasi atau hal-hal. Kemudian, mengecek berbagi sumber baik melalui media online atau media mainstream, atau juga mengecek ke orang-orang sekitar.
Tentunya, juga harus memahami tentang inti dari hoaks, sehingga apapun yang tidak masuk logika, maka patut dipertanyakan.
“Media harus cerdas dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Begitu masyarakat agar memilah dan informasi yang diterima, “katanya.
Misalnya dalam peristiwa pesawat jatuh, lima menit kemudian muncul gambar atau video para korban kecelakaan berteriak-teriak.
Hal-hal itu perlu yang sering kali terjadi dan butuh kecerdasan tersendiri. Apalagi, generasi transisi yang kemudan nempel aja ketidakpahaman mengenai teknologi dan pemahaman dampak dari teknologi.
Senada, menurut Ketua PW Ansor Jawa Barat, Deni Ahmad Haidar butuh tabbayun agar bisa mencegah penyebaran hoaks terutama pasca pemilu ini.
” Seperti disampaikan bu Dedeh tadi bahwa jika informasi itu terlalu sempurna atau mengerikan adalah berita bohong. Ibarat seperti sayur sop ada tulang ada daging ada sayur tidak tulang semua,” kata Kang Deni. (Kis)
Jabar News | Berita Jawa Barat