Hal ini, kata Ahmad Tholabi, mengandung arti keputusan pengadilan bisa saja berbeda dengan arahan yang terdapat dalam SE MA. Secara praktis, menurutnya, pengadilan dapat saja menyimpang dari Surat Edaran tersebut.
Lebih lanjut, Ahmad Tholabi menjelaskan bahwa hal ini merupakan wilayah penafsiran hukum, sehingga menyangkut independensi hakim dalam mengambil keputusan.
Jika keputusan hakim tidak melanggar hukum acara, maka tidak dapat diintervensi oleh surat edaran seperti SE MA. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi perbedaan pendapat antara putusan hakim dan isi dari SE MA tetap ada.
Oleh karena itu, Ahmad Tholabi menyampaikan perlu harmonisasi antarnorma dalam dua UU yang tampak bertentangan itu.
Harmonisasi antarnorma penting dilakukan, karena secara faktual, satu sisi UU Perkawinan tidak memberi ruang perkawinan beda agama, namun di sisi yang lain, UU Adminduk mengisyaratkan terdapat ruang soal itu, khususnya di penjelasan Pasal 35 huruf (a) UU No 23/2006.
Namun, muncul pertanyaan lanjutannya, siapa mengikuti siapa? UU Adminduk mengikuti UU Perkawinan atau sebaliknya? Menurutnya, jawabannya, jika terkait dengan urusan perkawinan, tentu rezim perkawinan yang diterapkan.
Menurutnya, UU Adminduk tentu mengikuti frame UU Perkawinan. Jangan sampai Adminduk lompat pagar di luar urusan administrasi. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News