“Saya hanya tahu lab mereka sangat tertutup. Dan para penelitinya adalah Marinir Amerika, yang semuanya memiliki kekebalan diplomatik”, kata Siti kepada Sputnik.
“Kami tidak pernah tahu apa yang mereka bawa dalam tas diplomatik mereka. Ada juga beberapa peneliti dari Indonesia yang membantu mereka”.
Di laman yang sama, disebutkan pula bagaimana Siti awalnya menentang operasi lab ini. Ia menyatakan lab tersebut tidaklah transparan saat mendadak mengunjunginya pada 2008.
“Saya kira benar, kegiatan penelitian masih ada. Saya tidak bisa membuktikannya, tetapi dari apa yang saya baca dan dengar, kegiatan penelitian masih berlangsung dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas di Indonesia. Saya pikir pemerintah harus menyadari hal ini,” tambahnya.
Sementara itu, Sputnik juga menulis, beberapa sumber menyebutkan bahwa para pemangku kebijakan AS tertarik memperdalam kerjasama kesehatannya dengan RI. Ini dilakukan agar NAMRU-2 tetap dapat beroperasi dan tidak mengalami penolakan serius.
“Harapan terbaik untuk mempertahankan NAMRU-2 di Indonesia adalah untuk meyakinkan pembuat kebijakan utama tentang kegunaannya yang berkelanjutan bagi kedua negara”, tulis memo Departemen Luar Negeri AS kepada Mantan Dubes AS untuk RI, Cameron Hume, ditulis media itu.
CNBC Indonesia sendiri masih mengonfirmasi sejumlah pihak terkait hal ini. Termasuk ke Kedutaan AS di Jakarta. (red)
Sumber: CNBC Indonesia