Sebagai tambahan informasi, dua orang warga Garut, Jawa Barat, tersebut mempersoalkan norma Pasal 80 KUHAP yang menyatakan, “Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.
Pada persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (10/4/2023), para pemohon yang hadir secara daring menjelaskan pemohon pernah mengajukan permohonan praperadilan sebanyak tiga kali.
Kesimpulan pertimbangan pada ketiga putusan tersebut adalah menolak permohonan praperadilan disebabkan Kejaksaan belum melakukan serangkaian pemeriksaan dalam menanggapi laporan pengaduan masyarakat sehingga Majelis Hakim menilai prematur.
“Pemohon telah dirugikan secara konstitusional karena tidak adanya kepastian hukum dari lembaga Kejaksaan terhadap laporan pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti dengan segera dengan serangkaian pemeriksaan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP),” kata Asep Muhidin.
Pada sidang kali ini, Asep meminta Kejaksaan Negeri Garut melakukan tindakan hukum sesuai dengan tugas pokoknya ketika ada masyarakat yang menyampaikan laporan pengaduan itu agar dapat segera menindaklanjuti.
Namun, dengan tidak ditindaklanjutinya laporan tersebut dan tidak adanya pemberitahuan kepada pemohon, pihak penegak hukum itu sudah memberikan kerugian sehingga pemohon bolak balik meminta informasi kepada kantor Kejaksaan Tinggi. (red)