Papua Kembali Memanas, Pendeta Karel Minta Jangan Percaya Hoaks

JABARNEWS | JAKARTA – Setelah sempat mereda, kini Papua kembali memanas. Kali ini kerusuhan terjadi di Wamena, Kabupaten Jaya Wijaya Provinsi Papua. Memanasnya Papua, akibat dari demonstrasi pelajar, mahasiswa dan masyarakat untuk menolak rasisme, Senin (23/9/2019), akibatnya sejumlah kantor pemerintah dibakar massa.

Menanggapi hal itu putra Papua, Pendeta Karel Phil Erari meminta semua pihak dapat menahan diri untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Menurut Pendeta Karel, aksi demonstrasi sebenarnya menolak tindakan rasisme namun karena diduga disusupi provokator sehingga ricuh.

“Saya kira ada provokator ya, maka dari itu saya minta semua pihak baik putra papua maupun lainnya agar jangan percaya hoaks terutama soal Papua,” kata Pendeta Karel dalam dialog khusus dengan tema ‘Bijak Bermedia Sosial, Jaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Jakarta Barat, Senin (23/9/2019).

Baca Juga:  Kembangkan Ekonomi di Sektor Pariwisata, Ambu Anne Dorong Keterlibatan Masyarakat

Dikatakannya persoalan rasisme memang harus diusut sampai tuntas sehingga hal ini tidak terulang kembali dikemudian hari. Maka dari itu kata Karel, bahwa menyikapi soal Papua harus secara menyeluruh dengan pendekatan yang tepat.

Namun demikian Karel mengaku tidak sependapat dengan pendapat sebagian putra Papua soal pembangunan insftrastruktur tidak penting di Papua.

Baca Juga:  Kepergok Curi Rokok, Siswa SMP Di Pangandaran Ini Bacok Nenek 81 Tahun

“Pembangunan itu penting disana, maka membangun manusia yang utuh sangat diperlu dilakukan terutama juga soal ekonomi, pendidikan dan juga kesehatan,” tegasnya.

Ditempat yang sama pengamat media sosial dari gerakan bijak bermedsos Endah Nasution menyatakan untuk kasus kerusuahan pertama di Papua memang benar karena banyaknya hoaks yang berseliweran di media sosial.

“Pergeseran pola masyarakat saat ini begitu cepat dengan adanya dunia digital dulu kalau mau ngobrol ngopi bertiga berempat, namun karena adanya kecepatan teknologi dan media sosial berubah. Bayangkan saja satu orang punya grup WhatsApp Messenger mulai dari alumni SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi bahkan hingga tingkat RT. Persoalannya adalah melakukan melalui grup tersebut langsung share tanpa melihat sumber dan kebenaranya dulu,” kata Endah.

Baca Juga:  BMKG Kembali Catat Aktivitas Gempa di Nias Barat, Tidak Potensi Tsunami

Kemudian tambah Endah, Pemerintah melakukan pemblokiran internet di Papua untuk menghindari penyebaran hoaks adalah langkah tepat, dasar hukumnya ada atau tidak ada. Karena dengan upaya itu penyebaran masif melalui media sosial dapat terkontrol.

“Kalau untuk kerusuhan kali ini, saya tidak tau ya apakah karena hoaks atau apa penyebabnya, yang pasti awal adalah soal rasisme,” tandasnya. (Kis)