Nurlis menegaskan bahwa seluruh informasi yang diperoleh wartawan haruslah berupa data dan fakta yang akurat dan dapat diamanti serta dapat diverifikasi.
“Prinsip tersebut sangat ketat, dan mirip dengan karya ilmiah dalam dunia akademik. Jadi karya jurnalistik itu pun sebetulnya adalah karya ilmiah dalam versi sederhana sebab dikerjakan dengan begitu cepatnya,” kata Nurlis menambahkan.
“Alurnya, secara sederhana adalah bahan tulisan yang diperoleh wartawan dikirim ke redaksi untuk diuji kebenarannya serta tak melanggar kode etik jurnalistik oleh para editor, melalui tahapan editing, baru kemudian dipublikasi,” kata Nurlis yang menyelesaikan program doktoralnya dengan disertasi mengenai Konstruksi Hukum Pers dan Etika Jurnalistik di Era Digital.
Jadi, menurut Nurlis, karya jurnalistik itu bukan rangkaian kata-kata yang serampangan yang tanpa arah. “Karya jurnalistik menggunakan bahasa yang ringan, namun tetap taat pada kaedah-kaedah bahasa Indonesia yang benar. Bobotnya terletak pada data dan fakta yang disajikan serta didukung dengan narasumber yang tepat dan kuat. Lebih penting lagi adalah karya jurnalistik terlahir dari prinsip jujur, akurat, benar, dan adil,” katanya.
Artinya, penjelasan Nurlis tersebut menunjukkan bahwa Undang-Undang Pers tidak melindungi narasumber informasinya. Jadi, katanya, konten dalam akun Youtube Channel Bang Edy Mulyadi tersebut tidak dapat diukur dengan Hukum Pers. “Pertama Youtube bukanlah perusahaan pers, dan kedua adalah yang bersangkutan adalah narasumber dalam channel tersebut, kedua-duanya tidak bisa diukur dengan Undang-Undang Pers,” katanya. (red)