Sejarah dan Makna Di Balik Larangan Menikah di Bulan Suro

Ilustrasi pesta pernikahan.
Ilustrasi pesta pernikahan. (foto: istimewa)

Salah satu peristiwa agung tersebut adalah pembantaian 72 anak keturunan Nabi dan pengikutnya, yang ditandai dengan gugurnya Sayyidina Husein atas restu Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

Selain itu, masyarakat Jawa terkenal dengan prinsip sopan santunnya. Mengadakan pesta atau bersenang-senang pada bulan Suro dianggap kurang sopan terhadap leluhur.

Baca Juga:  Simpatik, ASN Sumedang Doakan Korban Gempa NTB

Oleh karena itu, waktu yang ada lebih baik digunakan untuk merenung atau meratapi peristiwa-peristiwa besar yang terkait dengan bulan Suro.

Baca Juga:  Lima Amalan Penting untuk Dikerjakan di Bulan Muharram

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, yang dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU), juga menjelaskan filosofi di balik tradisi larangan mengadakan pesta pada bulan Asyura atau Muharram.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Capricorn, Aquarius dan Pisces: Jangan Terburu-buru Manggambil Keputusan

Larangan tersebut bertujuan untuk menghormati keluarga Rasulullah SAW yang sedang berduka.