Sejumlah Mahasiswa Kecam Aksi Pemberangusan Buku Berpaham “Kiri”

JABARNEWS | BANDUNG – Pemberangusan buku berpaham “kiri” di Indonesia bukan hanya terjadi baru-baru ini. Runtuhnya rezim Orde Baru seolah tidak menjadi jaminan bagi demokrasi. Padahal dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 menjelaskan “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Salah seorang Mahasiswa yang menginisiasi gerakan kolektif di bidang Literasi, Alief Rafael Ghazali (20) mengatakan, pemberangusan buku merupakan salah satu bentuk mencederai demokrasi.

“Bagaimana para pemuda bisa melakukan perubahan kalau membaca atau mengoleksi buku saja masih dibatasi? Padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya,” Kata dia saat ditemui Jabarnews.com di sela-sela kegiatan Lapak Baca Marhaen, Senin (14/01/2019).

Baca Juga:  Terlalu, PNS Ini Paksa Tiga ART-nya Ngepel Lantai Tanpa Busana Lalu Direkam

Alief menerangkan, tindak pemberangusan merupakan wujud paranoid berlebih terhadap penyebaran gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang santer terdengar kembali muncul.

“Gerakan ‘kiri’ sudah mati tepat setelah tragedi ’65, jadi jangan terlalu khawatir. Sekarang tinggal bagaimana kita mampu membaca sejarah secara lebih komprehensif. Sebab memelajari secara bebas seraya melakukan kritik-otokritik merupakan wujud berjalannya demokrasi,” jelas mahasiswa semester awal di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung tersebut.

Baca Juga:  Gebyar Kemerdekaan Di Cisantri Purwakarta

Salah seorang mahasiswa lainnya Teguh Dwi Agustio (23) menyebutkan, pemberangusan buku di beberapa penjuru Indonesia beriring dengan tindak represif aparat. “Di era demokrasi ini, seharusnya aparatur negara dalam hal ini TNI dan lembaga-lembaga terkait mampu memberikan kebebasan dalam menjamin eksplorasi terhadap pengetahuan terutama sejarah bangsa,” tandasnya.

Baca Juga:  Naskah RPJMD Karawang Diduga Copy Paste Daerah Lain

Walaupun, kata Teguh, upaya negara hadir dalam membangun peradaban perlu dimulai dalam memberikan kebebasan hak intelektual. Penyitaan buku yang marak dilakukan tidak hanya buku-buku yang mengandung unsur sejarah.

Terdapat beberapa buku yang merupakan karya besar Presiden Soekarno yang juga disita dan dirampas aparat. Ini menandakan aparat yang menyita buku-buku tersebut masih terdogmasi narasi lama orde baru mengenai pembantaian gerakan kiri di Indonesia. (Afr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat