JABARNEWS | BANDUNG – Sidang lanjutan korupsi perjalanan fiktif dan bimbingan teknis (Bimtek) fiktif DPRD Purwakarta kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (22/1/2019).
Agenda sidang kali ini, menghadirkan 22 saksi anggota Komisi II dan Komisi III DPRD Purwakarta pada 2016. Namun, saat sidang 1 saksi tidak hadir.
Mereka dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Sekretaris DPRD Purwakarta, M. Rifa’i dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Hasan Ujang Sumardi. Keduanya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum di mana negara dirugikan sebesar Rp. 2,4 miliar.
Pada persidangan tahap pertama ini, saksi yang hadir yaitu Dendri Miftah Agustian, Putriarti Putik, Isep Saprudin Yahya, dan Mesakh Supriadi.
Selain itu, Ina Herlina, Asep Saepudin Saepul Millah, Budi Sopani Muplih, Darmita, Amas Mastur, dan Agus Sundana.
Saat sidang, para saksi ditanya oleh jaksa mengenai persoalan kegiatan Bimtek pada 2016 dan kuitansi yang diterima. Namun, hampir semua saksi di persidangan terkena penyakit lupa dan memberi keterangan berbelit-belit.
Saksi Budi Sopani Muplih misalnya, dia menjawab pertanyaan jaksa berubah-ubah. Sewaktu Jaksa, Ade Azharie menanyakan keikutsertaannya dalam Bimtek, Budi terlihat menjawab gugup dan mengatakan lupa soal program itu.
“Hmm… Tahun berapa Pak? 2016, hmm… Bentar lupa Pak. Kalau seingat saya sih 6, hasil proker 8, yang direalisasi 6, realisasi 6. Eh… lupa,” ujar Budi.
Pernyataan senada diucapkan Mesakh Supriadi, Putriarti Putik, dan saksi lainnya. Ketika dicecar hakim soal Bimtek mereka kompak menjawab lupa.
“Lupa… lupa… lupa… Kok gitu sih jawabannya,” keluh Jaksa Ade.
Melihat kondisi itu, Hakim Sudira pun terlihat geregetan. Kemudian, Sudira mengajukan pertanyaan susulan kepada saksi.
“Kasusnya lupa, diperiksanya pun lupa, bagaimana ini? Kenapa kalian mau menandatangani kuitansi kosong? Apa kalian semua ini menandatangani kuitansi kosong?” tanya Sudira.
Menyikapi pertanyaan Hakim, hampir semua saksi mengakui bahwa mereka telah menandatangani kuitansi kosong. Hanya Isep Saprudin Yahya yang mengaku menolak menandatangani kuitansi kosong.
Kesaksian anggota Dewan yang terhormat ini semakin tak jelas, ketika hakim bertanya soal alasan menandatangani kuitansi kosong.
“Apakah para saksi ini pernah mencurigai bahwa menandatangani kuitansi kosong akan disalahgunakan?” tanya Hakim.
Dan, mereka pun kompak menjawab, “Kami tidak ada pikiran bahwa tanda tangan ini akan disalahgunakan.”
Menyusul adanya fakta yang menunjukkan para para saksi ini menyampaikan pernyataan yang berbelit-belit, Hakim M. Nawawi pun mewanti-wanti jangan sampai sikap mereka terulang kembali.
“Orang yang memperkaya orang lain, koperasi, diri sendiri dapat dijerat Undang-Undang No 1 Tahun 2005 jika memang terbukti,” ujarnya. (San)
Jabarnews | Berita Jawa Barat