JABARNEWS | BANDUNG – Sidang dugaan korupsi dalam proyek pembebasan lahan Tol Cisumdawu di Pengadilan Tipikor, Kamis, 28 November 2024, menghadirkan tujuh saksi warga yang merupakan pemilik lahan. Dalam persidangan, para saksi mengungkapkan bahwa terdakwa, Dadan Megantara, dikenal luas sebagai pengusaha tanah. Mereka menegaskan bahwa penjualan tanah kepada Dadan terjadi jauh sebelum proyek tol direncanakan.
Para saksi menjelaskan bahwa mereka menjual tanah antara tahun 2014 dan 2018, karena kebutuhan keluarga, tanpa mengetahui bahwa lahan tersebut masuk dalam Penetapan Lokasi (Penlok) pembangunan tol.
“Saya menjual tanah kepada Pak Dadan tahun 2014 seluas 45 tumbak (1 tumbak = 14 m²) dengan harga Rp1,5 juta per tumbak. Saat itu, saya tidak tahu tanah saya akan masuk proyek tol,” ungkap salah satu saksi.
Motif Penjualan: Kebutuhan Keluarga
Saksi lain, Samon, menuturkan bahwa ia menjual tanahnya seluas 25 tumbak kepada terdakwa pada tahun 2018 untuk membeli lahan sawah di lokasi lain. Samon juga menyatakan tidak mengetahui adanya proyek tol saat itu. “Saya menjual karena kebutuhan keluarga dan ingin membeli sawah. Lahan itu kebun yang saya tawarkan langsung ke Pak Dadan,” katanya.
Namun, Samon mengakui bahwa tanah lain miliknya terkena pembebasan lahan untuk proyek tol dan telah diganti oleh pemerintah sebesar Rp1,9 miliar.
Lima saksi lainnya – Arifin, Abas, Endan, Qodir, dan Jajang – menyampaikan alasan serupa. Mereka mengaku menjual tanah kepada Dadan karena alasan ekonomi. Para saksi rata-rata mendapatkan tanah tersebut dari warisan keluarga atau tanah adat.
“Saya datang langsung ke Pak Dadan menawarkan tanah sepupu saya. Kami tahu Pak Dadan orang kaya dan sering membeli tanah,” kata saksi Arifin.
Sekilas Modus Operasi Dugaan Korupsi
Kasus korupsi proyek Tol Cisumdawu tidak hanya menyeret Dadan Megantara, tetapi juga melibatkan empat terdakwa lainnya, yaitu:
- Agus Priyono – Mantan Ketua Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T).
- Atang Rahmat – Mantan anggota Tim P2T.
- Mono Igfirly – Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
- Mushofah Uyun – Mantan Kepala Desa Cilayung.
Modus operandi yang terungkap dalam sidang meliputi manipulasi data kepemilikan tanah, pengalihan hak yang melawan hukum, dan penilaian ganti rugi yang tidak sesuai. Penyimpangan tersebut terjadi pada tahun 2019–2020, saat pengadaan tanah untuk pembangunan tol berlangsung.
Kerugian Negara Mencapai Ratusan Miliar
Menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat, negara mengalami kerugian sebesar Rp329,7 miliar akibat tindakan para terdakwa. Jaksa mendakwa mereka melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancamannya mencakup hukuman berat.(Red)