Oleh: Rayssa Rissanda Mhiattassa Oloanna *)
Sampurasun Ambu Anne Ratna Mustika…
Bila ada lomba cerdas tangkas tentang Purwakarta dalam bahasa Sunda, mungkin tim penguji tidak akan melirik saya untuk jadi pemenang. Akan berbeda ceritanya bila diminta menjabarkan keistimewaan Purwakarta, terutama perkembangannya dalam 10 tahun terakhir, maka saya merasa yakin akan menjadi juara.
Cerita ini akan dimulai dari ibu saya, yang berasal dari Jakarta, ketika akan menjadi pegawai negeri 17 tahun yang lalu. Waktu itu oleh kepala Kantor Wilayah Kesehatan Jawa Barat di Bandung, ibu diperbolehkan memilih penempatan kerja PTT (pegawai tidak tetap) di Sukabumi, Pandeglang atau Purwakarta. Ibu bingung, karena yang ada di pikirannya hanya Sukabumi dan Pandeglang. Purwakarta sama sekali tidak ada dalam memorinya. Untunglah ada temannya mengatakan bahwa Purwakarta dekat ke Jakarta dan sudah ada jalan tol sampai ke Kopo. Itulah awalnya ibu menuju Purwakarta, lalu menetap di sini, hingga saat ini.
Cerita bapak saya lebih konyol. Bapak saya adalah karyawan perusahaan swasta yang sering survey dari satu daerah ke daerah yang lain. Tahun 1994, beliau sudah pernah survey ke Kawasan Industri Bukit Indah. Bapak tidak sadar bahwa itu adalah Purwakarta. Jadi, ketika ibu meminta pertimbangannya tentang penempatan kerja PTT, malah menyarankan agar memilih Sukabumi karena merasa dekat dari Bogor dan dekat ke Pelabuhan Ratu.
Mungkin orang-orang akan bertanya, “Kenapa harus cerita tentang orang tua di masa lalu yang tidak tahu Purwakarta?” Tentu saja jawabannya adalah, “Purwakarta baru membumi pada dekade terakhir.” Bahkan ketika saya berumur 6 tahun, banyak saudara yang bertanya, “Kamu tinggal di mana?”, dan saya jawab “Purwakarta.”, lalu mereka bingung dan mengira Purwokerto di Jawa Tengah. Setelah saya jelaskan bahwa di Purwakarta ada Jatiluhur, barulah mereka mengerti.
Orang-orang tahu bahwa ada suatu tempat di Indonesia ini bernama Jatiluhur, dan ada juga kawasan industri Bukit Indah, tetapi mereka tidak tahu bahwa Jatiluhur dan kawasan industri itu ada di Purwakarta!.
Kurang lebih sepuluh tahun terakhir, Purwakarta merangkak menunjukkan dirinya pada dunia. Ternyata, banyak hal istimewa di Purwakarta. Potensi alam untuk wisata, budaya dan banyak juga ikon baru yang dimunculkan ke permukaan. Purwakarta memang istimewa!. Jika sekarang ditanya, “Kamu tinggal dimana?”, maka dengan bangga akan saya jawab, “Di Purwakarta”. Menyebut Purwakarta tak lagi menimbulkan pertanyaan tentang lokasi atau posisinya. Sekarang sudah banyak yang langsung melanjutkan, “Oh, yang ada air mancur terbesar di Asia Tenggara itu ya?”, atau “Kota Sate Maranggi itu ya”.
Biasanya akan dilanjutkan dengan cerita tentang air mancur Sri Baduga, membahas tentang kelebihannya daripada air mancur lainnya. Ketika saudara kami sedang berkunjung ke Purwakarta, mereka akan bertanya-tanya tentang gapura-gapura, lampion dan janur kuning yang mereka lewati sepanjang perjalanan menuju tujuan dan hanya ada di Purwakarta.
Ketika mampir di sini, saudara-saudara atau kawan-kawan bukan meminta untuk diajak ke mall yang ada dimana-mana. Purwakarta tidak punya mall, tapi mereka antara lain akan meminta “Bolehkah antarkan kami ke yang dibakar itu?” atau “Boleh menemani kami makan di tengah bendungan Jatiluhur?”.
Belakangan ini, setelah perkembangan media sosial yang pesat, banyak kawan yang ingin ke Wanayasa daerah dingin mirip Puncak, bukit Paninjoan, dan museum-museum yang ada di Purwakarta. Biasanya saudara-saudara atau kawan-kawan akan meminta makan sate maranggi dulu sebelum pulang, lalu genaplah kata semboyan “tidak ke Purwakarta kalau tidak makan sate maranggi”, sate istimewa milik Purwakarta.
Tak bermaksud terlalu memuji, pada umumnya, saudara-saudara dan kawan-kawan kami tahu siapa bupati Purwakarta, yang getol membangun dan mempopulerkan Purwakarta. Mereka sekarang sudah tahu budaya salam “Sampurasun”, karakter orang Purwakarta yang sangat menghormati tamunya, kebiasaan yang mencolok dari Purwakarta, mereka juga tahu bahwa tiap tahun ada pawai di Purwakarta, pawai yang bahkan menembus rekor.
Hal yang juga menyenangkan adalah ketika ditanya kenapa di Purwakarta sejak pukul 05.00 pagi sudah memulai kehidupannya. Akan dengan bangga menjawab, “Kita mencari rejeki bersama hadirnya mentari!”. Mereka juga menjadi tahu peraturan khusus bagi siswa-siswi Purwakarta yang hanya ditemukan bila berkunjung ke Purwakarta. Di sini pelajar masuk pukul 06.00.
Siswa-siswi di Purwakarta turut melestarikan budayanya melalui seragam kebaya dan kampret yang mereka gunakan setiap hari Rabu. Tidak akan menemukan pelajar yang membawa kendaraannya sendiri ke sekolah. Karakter ini, kebiasaan yang mungkin terkesan agak menyulitkan ini, adalah kebanggaan orang Purwakarta.
Kami tidak lagi, dan tidak pernah lagi kebingungan menjawab ketika ditanya di mana kami tinggal. Di media sosial, di situs mesin pencari, mudah untuk menemukan Purwakarta, istimewanya Purwakarta.
Ada lagi hal yang sangat khusus dan membanggakan bagi yang berbeda keyakinan. Tidak pernah ada berita buruk mengenai sulitnya setiap orang dalam beribadah. Di sini, di Purwakarta yang masih berbudaya kental, kami tetap bisa membangun tempat ibadah, tidak pernah terganggu dalam beribadah, bahkan di sekolah-sekolah negri mulai ada guru agama untuk masing-masing murid yang berbeda beda agamanya.
Kami tidak takut untuk mengekspos dan berbicara tentang persatuan, karena kami benar-benar didukung untuk menyatu satu dengan yang lainnya, karena itulah nilai luhur yang seharusnya ada. Budaya tidak luntur, namun nilai agama harus tetap luhur. Karena tiap warga memiliki hak yang sama. Sebelum natal tiba, bupati sering mengajak siswa selain Kristen dan Katolik untuk turut kerja bakti membersihkan gereja, begitu pula yang kami lakukan untuk perayaan nyepi. Atau ketika hari raya waisak, kami akan membersihkan vihara yang ada di Purwakarta, juga Idul Fitri, semuanya istimewa.
Saat ini, untuk kaum generasi muda sangat mudah untuk berpartisipasi memajukan Purwakarta. Tidak perlu membangun air mancur besar di pekarangan rumah, tetapi paling tidak kita menjaga perilaku yang berbudaya, tidak menimbulkan keributan atau kericukan dan tentu saja turut mengekspos keistimewaan Purwakarta misalnya melalui media sosial, cerita kepada kawan dan bila dimungkinkan dengan prestasi yang menonjol. Dengan demikian mereka akan berbondong-bondong berkunjung, mengeluarkan uang di Purwakarta sehingga meningkatkan perekonomian rakyat Purwakarta. Hal itu akan mempercepat pembangunan Purwakarta istimewa.
Untuk para orang tua, sebenarnya sudah berbuat sangat banyak bagi Purwakarta yaitu dengan menjaga dan mengajari anak sehingga berbudaya Purwakarta dan mendukung anak masing-masing dalam melaksanakan peraturan istimewa Purwakarta, menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan di tempat masing-masing seperti yang sudah terjadi selama ini. Juga seperti yang sudah dilakukan dengan membayar pajak.
Untuk bupati dan pemerintah kabupaten, tetaplah pelihara kebersamaan, jaga budaya Purwakarta yang sudah baik dalam keberagaman, terus dukung masyarakat untuk lebih memberdayakan dirinya serta menjaga kelangsungan hidupnya, dan tetaplah jalankan Jaminan Purwakarta Istimewa. Perbaiki dan pelihara jalan-jalan ke tempat wisata Istimewa Purwakarta.
Untuk Purwakarta yang tetap istimewa,Sampurasun.
Purwakarta, 15 September 2018
*) Penulis adalah siswi kelas XI IPA, SMA Negeri 1 Purwakarta