JABAR NEWS | PURWAKARTA – Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian wisata adalah bepergian secara bersama-sama dengan tujuan untuk bersenang-senang, menambah pengetahuan dan lain-lain. Selain itu juga bisa diartikan sebagai bertamasya atau piknik.
Menurut pendapat saya sendiri, pengertian wisata adalah suatu kegiatan perjalanan atau aktifitas yang dapat menenangkan hati dan pikiran serta menyegarkan otak.
Menurut undang-undang, pariwisata adalah segala macam kegiatan wisata yang dilayani oleh pemerintah, masyarakat, atau pengusaha beserta dengan fasilitasnya.
Pada umumnya nilai sebuah wisata adalah bernilai emas. Sejatinya, banyak orang yang namanya besar karena berwisata atau karena mengelola pariwisata.
Dengan kata lain emas disini, mengandung arti mahal Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia. Khususnya di satu kota kecil penuh cerita “Purwakarta”.
Purwakarta memiliki wisata terindah, dibanding wisata di kota-kota lain yang tak kalah ramainya. Selain memiliki nilai keindahan, kedamaian, ketenangan, wisata Purwakarta akan banyak dan penuh makna.
Diantaranya lewat alam, manusia bisa mengenal lebih jauh pada Tuhan Nya. Sudah jelas terdapat dua ayat yang tersirat dan tersurat, qouniyah dan qauliyah, yang sepatutnya kita tadabburi dan tafakkuri alam semesta beserta isinya ini. Karena syukur itu amatlah sedikit yang memahaminya.
Sebagai tanda bahagia menjadi warga Purwakarta dan tanda syukur pada Yang Maha Esa, saya mengunjungi beberapa diantara wisata Purwakarta.
Pasir Panyawangan.
Wisata Pasir Panyawangan adalah wilayah hutan pinus yang terletak di Desa Pasir Muncang, Kecamatan Kiara Pedes, Kabupaten Purwakarta. Lokasinya sekitar lima klilometer dari arah jalan Raya Cagak-Wanayasa (legok barong).
Objek wisata ini diresmikan bulan April 2016. Lokasi wisata ini berada dikawasan hutan milik Perum Perhutani, tepatnya RPH Wanayasa, BKPH Cisalak, KPH Bandung Utara.
Sarana wisata yang ditawarkan di Pasir Panyawangan adalah trekking, outbound maupun hunting foto. Tak hanya itu pengunjung juga dapat menikmati keindahan air terjun manarasa yang airnya alami dan segar yang dapat ditempuh sekitar 30 menit perjalanan dari pintu gerbang dengan berjalan kaki melintasi kawasan hutan pinus.
Di lokasi ini terdapat Gua Jepang, dengan lokasinya yang strategis sangat memudahkan pengunjung karena akses berupa jalan aspal, sehingga kendaraan bisa masuk sampe lokasi wisata baik roda dua maupun roda empat.
Setelah sampai di lokasi, wisatawan akan dibuat seolah ‘nyawang’ (bahasa sunda) atau mengenang. Suasana yang hening diwilayah tersebut mengingatkan wisatawan pada nuansa kolosal pengembaraan para pendekar pada masa kerajaan sunda masa lalu.
Uang Rp. 5.000,- harus disiapkan untuk membeli tiket masuk. Jika wisatawan berminat untuk menikmati camping ground disana, harus membayar tiket dua kali lipat atau Rp. 10.000 ,- plus Rp 330.000,- untuk biaya sewa guide, tenda, sleeping bag, matras, dan satu set alat masak.
Sementara, uang sebesar Rp. 15.000,- harus disiapkan oleh wisatawan jika ingin menikmati hammock atau ayunan yang dibentangkan diantara dua batang pohon pinus.
Berdasarkan pantauan, para wisatawan lebih banyak terlihat berswafoto dengan latar belakang papan nama “Pasing Langlang Panyawangan Purwakarta” yang belogo Gunung Burangrang. Gunung tersebut yang dikenal menyimpan kekuatan mistis dari ‘karuhun’ (orang terdahulu) oleh masyarakat setempat.
Tetapi disisi lain, tempat wisata itu layaknya satu halaman dipekarangan rumah yang seharusnya dijaga, dirawat dan dilestarikan.
Contoh dalam hal kecilnya saja sampah, dalam berwisata pasti banyak orang yang yang berwisata membawa bekal atau jajanan yang pastinya tidak semua orang membuang sampah pada tempatnya, yang nantinya akan berdampak mengurangi indahnya tempat wisata tersebut.
Lebih jauhnya lagi apabila wisata itu tidak dikelola dengan rapih pasti akan berdampak fatal pada populernya wisata zaman now.
Yah tentu, zaman sekarang wisata sedang naik daun. Contohnya saja Daun Pinus yang ada di wisata Panyawangan itu sendiri. Selain mengandung makna hijaunya alam juga terdapat filosofi segitiga kehidupan, dimana posisi pengerucutan pohon pinus itu bermakna religius. Yakni satu titik dimana kita akan kembali kepada yang menciptakan alam itu sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi, kita haus menjaga kelestarian alam yang semesta ini dengan benar, baik di lingkungan kita sendiri maupun di lingkungan pariwisata.
Bagaimana kedepannya jika wisata hijau dan indah ini musnah atau tidak berfungsi lagi untuk okomodasi daerah?
Ini yang yang akan menjadi PR buat kita semua yang cinta akan alam raya semesta ini. Memilih untuk menjaga alam? Atau sebaliknya, merusak alam?. Jawabannya ada ditangan SDM itu sendiri. (*)
Penulis: Syifa Nurmala Rohmah
Pekerjaan: Mahasiswa
Kampus: STAI dr.KHEZ Muttaqien, Purwakarta.
Jurusan: Tarbiyah
Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Semester: Satu (1)
Jabar News | Berita Jawa Barat