Harus Bongkar Pasang, PKL di Lembang Keluhkan Pendapatan Berkurang

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di seputar Jalan Raya Lembang, Kabupaten Bandung Barat mengeluhkan pembatasan waktu untuk berjualan.

Untuk membatasi aktivitas warga, para PKL hanya dibolehkan berdagang dari pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB. Selain itu, para PKL pun wajib membongkar pasang tenda.

Seorang pedagang ayam goreng, Entin (72) mengaku, kewajiban bongkar pasang tenda PKL sudah dirapatkan di kantor Kecamatan Lembang, beberapa waktu lalu. 

Hasil keputusan dalam rapat tersebut, pedagang yang tidak mematuhi aturan akan diancam dengan penyitaan barang dagangan oleh petugas Satpol PP.

Baca Juga:  Karyawan Di Purwakarta Tidak Dapat THR? Adukan Kesini

“Mau dibongkar atau enggak, itu enggak apa-apa, tapi risikonya kalau terjaring Satpol PP, gerobak serta tenda disita. Terus enggak bisa dibawa pulang lagi, karena barang-barangnya bakal rusak,” kata Entin, Selasa (23/2/2021).

Dengan sangat terpaksa, Entin dibantu keluarganya membongkar pasang tenda warung makan yang didirikan di depan Kantor Pos Lembang itu. 

Wanita tersebut mulai mendorong gerobak dari pukul 13.00 WIB kemudian langsung memasang tenda serta menata dagangan dan baru beres sekitar jam 17.00 WIB.

“Pendapatan pasti turun lagi, karena waktu berdagang habis buat menata dagangan. Pendapatan cuma bisa diputar buat modal lagi, lalu buat makan dari mana?” ujarnya.

Baca Juga:  Piala Dunia 2018: Pelatih Jepang Pilih Pemain Berpengalaman

Entin meminta aturan bongkar pasang tenda harus adil kepada semua PKL, karena masih banyak pedagang yang tidak menerima teguran. 

“Ada sekitar 17 pedagang yang wajib bongkar pasang tenda, kami setuju saja dengan aturan tersebut asalkan untuk semuanya. Bukan kami saja,” tuturnya.

Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna memerintahkan Muspika Lembang membuat kesepakatan dengan para pedagang agar mematuhi aturan, terutama dalam mematuhi protokol kesehatan.

Terkait protes yang diutarakan sebagian pedagang, Aa Umbara mengaku akan mendiskusikan kembali dengan pihak-pihak terkait agar roda perekonomian para pedagang tetap berjalan.

Baca Juga:  HIPMI Akan Lahirkan Konglomerat Baru dan Pemerataan Ekonomi

“Kita kan harus berhasil memutus penyebaran covid, tapi mereka (pedagang) juga harus hidup. Nanti kembali lagi ke pemerintah daerah, minta sembako, minta apalah, sedangkan kita sudah tidak ada lagi,” ungkap Aa Umbara.

Jika ditemukan pedagang yang menimbulkan kerumuman, lanjut dia, kepolisian serta TNI dan Satpol PP bisa mengeluarkan surat peringatan. Kalau sampai keluar tiga kali surat peringatan, tempat usahanya bisa langsung ditutup.

“Jam 4 sore beres-beres, jam 6 baru mulai melayani pembeli. Jam 7 malam sudah tutup, kasian mereka,” jelasnya. (Yoy)