Dedi Mulyadi Bakal Bangun 147 Rumah Khas Sunda Untuk Korban Pergeseran Tanah Di Purwakarta

JABARNEWS | PURWAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebutkan bahwa sebanyak 147 rumah di Kampung Cirangkong, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, rata dengan tanah. Bencana itu terjadi akibat hujan terus menerus seminggu lalu.

Dedi mengatakan, menurut pandangannya, bencana itu terjadi karena batu di bawah lereng itu diambil dan diangkat yang mengakibatkan tidak ada penahan sehingga tanah bergeser.

“Jadi itu bukan longsor, tetapi pergeseran tanah. Itu menurut pandangan saya, belum menganalisis ya,” kata Dedi dalam siaran pers, Rabu (24/2/2021).

“Kalau longsor dari atas turun tanah. Ini menurut saya karena batu geser, tanah ikut geser,” lanjutnya.

Dedi mengatakan, sejak lama saat ia menjadi bupati Purwakarta, pihaknya sudah mewanti-wanti untuk tidak memindahkan batu yang berada di lereng. Namun, menurutnya, penambang liar selalu membandel dan mengambil batu-batu di areal permukiman. Padahal kegiatan itu berbahaya.

Baca Juga:  Prediksi line up pemain Belgia vs Maroko

Dalam kesempatan itu Dedi mengatakan pihaknya akan membangun rumah panggung khas Sunda untuk para korban rumah tergusur longsor.

“147 rumah akan dibuat dalam sebuah kampung, sebagai bentuk peringatan. Rumahnya panggung didesain dalam arsitektur Sunda,” jelas Dedi.

Saat ini, dia sedang berkordinasi dengan Perum Perhutani ihwal rencana pembangunan rumah khas Sunda ini.

Pihaknya berencana meminjam pakai tanah Perhutani.

“Saya kordinasi dengan Dirut Perhutani, mau pinjam pakai tanah. Tanah 2,1 hektar siap digunakan,” kata Dedi.

Rencananya, pembangunan rumah ini dimulai setelah memasuki musim kemarau. Saat ini, menurut Dedi, pembangunan rumah belum bisa dilakukan karena masih musim hujan.

“Membangun harus saat kemarau. Pertengahan Maret sudah bisa dibangun, kemungkinan sudah masuk musim kemarau,” katanya.

Membangun permukiman dengan rumah khas Sunda bukan hal baru bagi Dedi. Dulu saat masih menjabat sebagai Bupati Purwakarta, dia pernah membuat rumah khas Sunda di Kecamatan Sukatani.

Baca Juga:  Lopicic Siap Jawab Keraguan Bobotoh

“Rumah beratapkan ijuk, relatif bertahan hingga hari ini,” jelasnya.

Menurut Dedi, ada pelajaran yang dapat diambil dari bencana tanah bergeser ini. Pertama, kata dia, hindari eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan tidak ramah lingkungan.

Kedua, sesuaikan pembangunan dengan karakter lingkungan. “Modernisasi tidak harus memaksa alam menyesuaikan pada kita, justri kita yang harus menyesuaikan dengan alam,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dedi mengatakan, nantinya ada pengembangan di bidang peternakan domba, kerbau, sapi di area rumah panggung khas Sunda ini.

“Di situ (cuaca) dingin, cocok (mengembangkan peternakan). Polanya terintegrasi,” katanya.

Pengembangan di sejumlah bidang ini, menurut Dedi, sangat penting. Musababnya, saat ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaan diri terhadap lingkungan.

Baca Juga:  Ratusan Anak TK Tampilkan Pergelaran Seni

“Dalam pikirannya, bahwa lingkungan tidak menunjang untuj ekonomi. Padahal jika dikelola dengan baik peternakan, perikanan terintegrasi dengan alam, ujungnya pariwisata,” jelas Dedi.

Dia menambahkan, kenapa pariwisata tidak berkembang, karena tidak ada sesuatu yang bisa dilihat. Gunung-gunung yang indah, kata Dedi, tidak jadi indah karena tata arsitek lingkungannya sudah tidak menunjang.

“Kemudian kultur publik juga tidak menunjang. Kalau di Bali, tata arsitek lingkungan dan kultur menujang,” ucapnya.

Menurut Dedi, orang Bali kuat terhadap budaya. “Kenapa kita tidak kuat dengan budaya lingkungan? Kenapa Bali bisa, Sunda enggak bisa. Apa problemnya?,” tegas Dedi.

Setiap daerah yang memiliki kultur kuat, lanjut dia, pasti ekonominya kuat. Wisatawan pasti datang ke daerah itu.

“Setiap daerah yang mengalami kesemerawutan lingkungan karena lemahnya kultur pasti ada kekacauan ekonomi, kekacauan manusia, bencana, itu problem,” jelasnya. (Red)