Tahapan Pemilu dan Pilkada Tahun 2024, Begini Simulasinya

JABARNEWS | JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memberikan simulasi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan tahun 2024 jika UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU 10 Tahun 2016 berkaitan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, tidak direvisi.

Komisioner KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, berdasarkan simulasi tersebut, tampak terdapat irisan tahapan-tahapan pemilu dan pilkada pada tahun 2024.

“Dalam hal UU Pemilu dan UU Pilkada yang masih berlaku sekarang ini dijadikan dasar hukum bagi penyelenggaraan pemilu dan Pilkada Serentak 2024, maka dapat diperoleh gambaran simulasi tahapan yang saling bersinggungan atau beririsan,” kata Hasyim Asy’ari, Jumat (5/3/2021).

Hasyim kemudian memerinci tentang simulasi tersebut. Pertama, regulasi tentang desain Pemilu Serentak dalam UU Pemilu dan UU Pilkada adalah sebagai berikut:

Pemilu serentak diatur dalam Pasal 167 ayat 2, 3, 6, dan 7 pada UU 7/2017:

  1. Ayat (2) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU.
  2. Ayat (3) Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
  3. Ayat (6) Tahapan Penyelenggaraan pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara.
  4. Ayat (7) Penetapan Pasangan calon terpilih paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan presiden dan Wakil Presiden.

Pilkada serentak diatur dalam Pasal 201 ayat 8 UU 10/2016 tentang Pilkada:

Ayat (8) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.

Baca Juga:  KPA Kota Bandung: Pengidap HIV AIDS Pada Prostitusi Online Sulit Dideteksi

Simulasi tersebut kata Hasyim Asy’ari, berdasarkan regulasi pemilu dan pilkada yang masih berlaku tahapannya sebagai berikut:

Pemilu 2024:

  1. Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada bulan Maret 2024.
  2. Tahapan pemilu akan dilaksanakan 20 bulan sebelumnya atau bulan Juli 2022.
  3. Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 akan habis pada 20 Oktober 2024.
  4. Paslon terpilih harus tersedia 14 hari sebelum jabatan selesai (6 Oktober 2024).

Pileg 2024:

  1. Pencoblosan akan dilaksanakan pada Maret 2024.
  2. Tahapan Pileg akan dilaksanakan 20 bulan sebelum pencoblosan atau bulan Juli 2022.
  3. Penetapan Hasil Pemilu Nasional akan dilakukan pada bulan April 2024.
  4. Putusan MK sengketa hasil Pileg pada Agustus 2024.

Pilkada Serentak 2024:

  1. Pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 akan dilaksanakan pada November 2024.
  2. Pencalonan Agustus 2024 (harus sinkron dengan hasil Pileg DPRD 2024).
  3. Tahapan Pilkada 11 bulan sebelum pencoblosan (mulai Oktober 2023).

Hasyim juga menyampaikan ketentuan regulasi yang perlu diperhatikan berkaitan dengan syarat pencalonan dan syarat calon dalam Pemilu dan Pilkada. Sehubungan dengan tahapan pemilu dan pilkada 2024 yang saling bersinggungan/beririsan.

Pertama, syarat pencalonan dan syarat calon dalam pemilu serentak diatur dalam Pasal 170 dan 171 UU 7/2017.

Pasal 170: (1) Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta, Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.

Baca Juga:  Survei Capres: Ganjar Unggul, Ridwan Kamil Melesat Tempel Prabowo Subianto

(2) Pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada saat didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik di KPU sebagai calon presiden atau calon wakil presiden yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

(3) Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh partai politik atau gabungan partai politik kepada KPU sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon Wakil presiden.

Pasal 171: (1) Seseorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil Presiden harus meminta izin kepada presiden.

(2) Presiden memberikan izin atas permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal presiden dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah menerima surat permintaan izin dari gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memberikan izin, izin dianggap sudah diberikan.

(4) Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon wakil presiden.

Kedua, syarat pencalonan dan syarat calon dalam pilkada serentak diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 40 UU 10/2016.

Baca Juga:  Seorang Pemuda di Purwakarta Curi Bunga Seharga Rp 10 Juta

Pasal 7 ayat (2): p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;

q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota;

s. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;

t. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan; dan

u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

Pasal 40: (1) Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

(3) Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (Red)