Soal Royalti Hak Cipta Lagu dan Musisi, Begini Respons Pengusaha Kafe

JABARNEWS | BANDUNG – Baru-baru ini pemerintah menerbitkan payung hukum berupa peraturan pemerintah (PP) yang mengatur soal royalti hak cipta lagu dan musisi.

Tentu, peraturan tersebut membuat sebagian pengusaha yang kerap meramaikan suasana tempat usahanya dengan lagu merasa dilema. Seperti pengusaha kafe misalnya.

Seorang pemilik kafe di kawasan Taman Panatayuda Bandung, Bagus R Setiadji mengaku setuju dengan diterbitkannya aturan itu. Asalkan kata dia, peraturan itu benar-benar diberlakukan dengan sistem yang jelas.

Bagus sendiri belum mengetahui teknis dari pembayaran royalti dari lagu yang diputar di kafe miliknya. Ia mempertanyakan berapa nominal yang harus dibayarkan dan bagaimana cara pembayaran royalti tersebut.

“Sistem pembayaran royaltinya itu sih yang belum mengerti, bayarnya berapa juga, itu yang harus digaris bawahi. Biasanya putar lagi dari beberapa platform seperti Spotify, YouTube, Joox,” kata Bagus, seperti dilansir dari Radar Bandung, Kamis (8/4/2021).

Baca Juga:  Sadis, Pria Bejat Ini Perkosa Mahasiswi Yang Dikenalnya Lewat Tinder

Bagus menilai, pemberlakuan peraturan tersebut dapat berdampak baik bagi para musisi. Menurutnya, sudah sepatutnya para musisi mendapat keuntungan atas karyanya. Terlebih, saat pandemi para musisi dinilai sangat terdampak secara finansial.

“Lagi pandemi juga, ya, itu jadi bisa buat pemasukan orang-orang juga. Intinya setuju asal sistemnya bagus jangan sampai kebijakannya aneh,” tutur Bagus.

Meski begitu, Bagus mengaku, masih belum mengetahui jelas terkait sistem royalti tersebut. Namun, ia menegaskan, pemberlakuan royalti lagu harus juga didasarkan pada klasifikasi kafe.

“Masih lieur (pusing). Kafe kan skalanya beda ya, ada kafe besar atau kecil, nah apakah itu ada ukurannya atau tidak. Kan kasian juga kalau kafe skala kecil ala-ala barudak (anak-anak) disuruh harus bayar,” katanya.

Baca Juga:  Di Komunitas Ini, "Ku Careuh, Batur Jadi Dulur"

“Oke kalau misal minimarket masuk akal disuruh bayar royalti. Banyak teman yang buka kafe skala kecil, saya tahu bagaimana pusingnya,” pungkasnya.

Terpisah, salah seorang pemilik kedai kopi di Kabupaten Bandung, Heny Hendriyani (35) mengatakan keberatan dengan aturan pembayaran royalti. Dibandingkan untuk membayar lagu, lebih baik, ia katakan, untuk membayar biaya operasional.

“Engga setuju, kan lagu itu diciptakan untuk semua orang, kalau kita mau nyanyi mau happy, terus harus memberikan royalti, lucu banget. Ya sudah semua orang ciptain lagu sendiri saja,” ujarnya.

Heny mengungkapkan karena ada pandemi Covid-19 ini, pendapatannya berkurang. Meski demikian, wanita 35 tahun tetap bersyukur karena masih bisa survive atau bertahan dan masih bisa membayar gaji karyawan. “Di kedai kopi biasanya harus ada musiknya,” tegas Heny.

Baca Juga:  Awal Tahun 2019, Ini Yang Dilakukan Camat Jatiluhur Kabupaten Purwakarta

Saat ini, ungkap Heny, bisnis kedai kopi tengah banyak peminatnya. Dengan adanya musik di dalam kedai kopi, itu bisa meningkatkan nilai dari kedai kopi itu sendiri.

Jadi pelanggan bisa menikmati kopi sambil mendengarkan musik. Kata Heny, pelanggan yang datang ke kedainya di kisaran umur 30 tahunan.

“Harapannya buat pemerintah sebenarnya untuk kedai kopi lagi bagus dengan ada live musiknya justru menambah nilai, sehingga bisa lebih menggerakan perekonomian. Semoga banyak kedai kopi lainnya,” pungkas Heny. (Red)