Waduh! 4 Anggota DPRD Garut dan 3 Pejabat Dilaporkan ke Polda Jabar

JABARNEWS | BANDUNG – Empat anggota DPRD Kabupaten Garut bersama tiga pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut dilaporkan ke Polda Jawa Barat, Bandung, Senin (3/5/2021).

Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang-undang (UU) sebagaimana dalam bahasa hukum dikenal dengan sebutan Delik Komisi (Commissie Delict), yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan di dalam UU.

Pelaporan ke Polda Jabar itu dilakukan oleh warga Garut. Asep Muhidin yang didampingi rekannya selaku pihak pelapor sempat diarahkan untuk konsultasi terlebih dahulu, lalu dari hasil konsultasi tersebut terdapat perbaikan.

“Tadi kami konsultasi dulu ke Ditreskrimum, di sana kami diberikan pandangan, arahan mengenai dokumen yang sudah kami siapkan dari awal untuk dimasukkan ke Polda Jabar,” katanya.

Sesudah langsung diperbaiki, terang dia, laporan polisi tersebut lantas dimasukkan ke bagian pengaduan masyarakat di Polda Jabar, dengan nomor agenda PU/434/V/2021.

Jadi, lanjutnya, dari hasil konsultasi, ada perbaikan dari laporan dugaan tindak pidana menjadi laporan pengaduan dugaan pelanggaran UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Baca Juga:  Korban Gempa Cianjur Masih Tunggu Janji Pemerintah

“Karena objek laporan kami yaitu adanya pelanggaran ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Jis Pasal 74 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 55, Pasal 59, Pasal 165  KUHP,” jelas Asep.

Adapun yang dilaporkan sesuai dengan dokumen laporan di antaranya empat anggota DPRD Garut bersama sejumlah pejabat di Pemkab Garut. Pejabat Pemkab Garut yang turut dilaporkan itu ialah dua pejabat di Satpol PP dan seorang pejabat di Dinas DPMPT.

Selain anggota DPRD dan pejabat Pemkab Garut, turut dilaporkan pula salah seorang pengusaha tower, di mana mereka semua patut diduga bekerja sama dalam pembiaran hukum.

Adapun materi dalam laporan atau pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Polda Jabar yaitu mengenai ketersediaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. 

Baca Juga:  Ini Kronologi Mobil Tronton Seruduk Truk, Motor dan Kios di Gekbrong Cianjur

Sementara itu, menurut Asep, faktanya lahan pertanian pangan di Kabupaten Garut semakin berkurang dikarenakan beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian. 

Di antaranya dibangun bangunan menara telekomunikasi di Desa Sadang, Kecamatan Sucinaraja, Kabupaten Garut, atau bahkan dengan alasan demi pembangunan di wilayah Kabupaten Garut.

Secara umum, Asep menjelaskan bahwa asas legalitas berlaku dalam ranah hukum pidana dan terkenal dengan adagium legendaris von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. 

“Secara bebas, adagium tersebut dapat diartikan menjadi ‘tidak ada tindak pidana atau delik, tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya,” katanya.

“Nah untuk ini, aturannya ada yaitu Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang junto Pasal 74 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” lanjutnya.

Pada pokoknya, jelas dia, aturan itu menyebutkan bahwa setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau kegiatannya memanfaatkan ruang yang telah ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Baca Juga:  Tak Hanya Wortel, Buah Salak Pun Baik Bagi Kesehatan Mata

“Tinggal kemauan daripada Pemkab Garut melalui alat kelengkapannya seperti Satpol PP sebagai penegak Perda, Dinas PUPR ada bidang pengawasan pengendalian bangunan, DPMPT pun sama ada bidang pengawasan pengendalian,” katanya.

“Apakah mereka yang digaji oleh uang negara bisa melaksanakan perintah Undang-undang?” tanya Asep Muhidin, menegaskan.

Dia berharap, kepolisian bisa membongkar permasalahan tersebut, sehingga ketersediaan lahan pangan di Kabupaten Garut betul-betul terjaga.

“Serta bisa menentukan siapa yang salah dan mempertanggungjawabkan kesalahannya itu di hadapan pengadilan,” katanya.

“Tentunya kami akan terus mengawal proses ini hingga betul-betul tercipta keadilan sebagaimana moto Kapolri, Polisi Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparan dan Berkeadilan),” pungkasnya. (Red)