Dedi Mulyadi kunjungi Damar Kuncoro, Sosok Suami Hebat Dampingi Istri Sakit

JABARNEWS | BANDUNG – Damar Kuncoro (41) merupakan sosok pria sempurna di mata Anggota DPR RI Dedi Mulyadi. Betapa tidak, Damar setia menemani istrinya yang sakit sambil ngurusin anak dan memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Pujian itu Dedi Mulyadi lontarkan saat bertemu dengan Damar di tempatnya berjualan. Selama ini ia berjualan teh tarik tidak jauh dari rumahnya di Kampung Kaum Kidul Barat, RT 3 RW 16, Desa/Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Damar mengisahkan ia menikah dengan istrinya Lisma Nur Aisyah (38) sejak tahun 2010 lalu. Dari pernikahan itu keduanya dikarunia anak perempuan yang masih berusia tiga tahun.

Sejak tahun 2013 sang istri divonis mengidap Asites sehingga harus mengeluarkan cairan sekitar dua liter per hari menggunakan selang khusus yang ditanam secara permanen di tubuhnya.

“Setiap hari mandikan, kalau BAB nyebokin, nyuapin, ya semuanya. Pasang alat buang cairan termasuk pekerjaan rumah tangga,” tutur Damar saat bercerita pada Dedi Mulyadi.

Pengobatan sang istri sendiri tidak sepenuhnya tercover oleh BPJS. Sebab BPJS hanya mengcover tiga botol obat. Sehingga dalam satu bulan Damar harus menyiapkan uang tambahan jika sewaktu-waktu istrinya mengalami drop dan harus mendapatkan obat tambahan.

Baca Juga:  Pemkab Bandung Terapkan Teknologi Polimer untuk Cegah Longsor

“Satu botol itu Rp 2,7 juta. Kontrol ke dokter itu 2-4 kali sebulan. Tapi kalau istri lagi drop saya langsung bawa ke rumah sakit,” ucapnya.

Selain mendorong kesembuhan dari sisi medis, Damar juga terus memotivasi istrinya. Salah satunya dengan menuruti segala kemauan sang istri untuk sekedar jalan-jalan baik didorong memakai kursi roda atau digendong.

“Sehari-hari saya turuti kalau mau ke mana kadang digendong atau didorong supaya mental dia tumbuh untuk sehat. Karena kan bukan hanya obat tapi dorongan moral juga untuk sehat,” ucapnya.

Untuk membiayai pengobatan istrinya, Damar sehari-hari berjualan teh tarik seharga Rp 5 ribu per gelas. Meski membutuhkan biaya yang besar untuk berobat namun Damar tak lupa untuk berbagi dengan saudaranya yang lain.

Ia pun kini dibantu saudara laki-laki dan keponakannya yang masih kecil. Sang keponakan selama ini sering ikut dengan Damar karena kedua orang tuanya bercerai.

“Prinsip saya hidup itu mati hanya membawa kain kafan dan amalan. Dosa pasti setiap hari tapi kalau pahala belum tentu. Itu prinsip hidup saya makanya saya mengabdikan diri supaya istri saya tetap bisa dijaga dan sehat. Kalau ada orang yang minta bantuan juga insyaallah saya akan bantu sebisa mungkin,” tuturnya.

Baca Juga:  Asyiknya Berleha-leha Di Pantai Cisaar

Tidak sampai di situ, Damar yang juga beberapa kali mendapatkan bantuan dari para dermawan dalam bentuk apapun selalu menyisihkan untuk dibagikan pada orang lain.

“Kalau dapat bantuan dari yayasan atau mana saja akan saya bagi juga. Karena di situ kan masih ada hak orang lain juga. Alhamdulillah tetangga juga baik-baik bantuin saya jualan,” ucapnya.

Rupanya kedermawanan dan ketangguhan Damar telah dilakoninya sejak lama. Ia awalnya merantau dari Gombong, Jawa Tengah, pada tahun 2002 bermodalkan Rp 30 ribu untuk mencari kerja di Bandung.

Ia pertama kali menginjakkan kaki di Stasiun Kiaracondong. Sebelum mendapat kerja ia tinggal dengan berpindah-pindah dari satu mushola ke mushola lainnya. Hingga akhirnya ia mendapat pekerjaan dan bisa mengontrak rumah.

Baca Juga:  Dirjen PPKTrans: Transmigran Berhak Peroleh Lahan Usaha dan Rumah dengan Status Hak Milik

“Teman-teman dari kampung atau siapa pun yang cari kerja saya suruh tinggal di kontrakan bareng. Makanya Alhamdulillah dimana kaki saya berpijak banyak saudara,” tutur Damar.

Hingga akhirnya ia pun bertemu dengan kakak sang istri dalam satu pekerjaan. Dari situlah Damar mulai mengenal keluarga tersebut dan diminta untuk segera menikah oleh orang tua sang istri.

Mendengar serangkaian kisah itu Dedi Mulyadi pun takjub. “Jarang laki-laki seperti ini. Saya belum tentu bisa seperti dia. Dia lebih hebat dari saya,” ucapnya.

Dedi menyebut Damar bukan hanya sempurna sebagai seorang suami dengan setia menjaga istri dan anaknya tapi juga dalam hal kecintaannya terhadap sesama.

“Masih butuh biaya besar setiap bulannya tapi masih bisa berbagi. Repot ngurus anak dan istri sakit tapi masih bisa mengurus keponakannya yang orang tuanya sudah pisah. Saya rendah. Bapak (Damar) lebih hebat dari saya,” ujar Dedi Mulyadi.

Dalam pertemuan itu Dedi Mulyadi pun memborong satu boks teh tarik dan memberikan sejumlah bantuan untuk dipergunakan oleh Damar dan keluarganya. (Red)