Soal Mogok Produksi Tahu Tempe, Begini Kata DKUPP Kabupaten Purwakarta

JABARNEWS | PURWAKARTA – Menyusul adanya ancaman mogok dari para produsen tahu dan tempe akibat terus tingginya harga kedelai dan kelangkaan di sejumlah pemasok, Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) Kabupaten Purwakarta terus melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.

“Kami terus melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat yakni Bidang perdagangan dalam negeri, serta Kementerian Perdagangan terkait naiknya harga kedelai dipasaran,” ucap Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan pada DKUPP Kabupaten Purwakarta, Wita Gusrianita pada Kamis (27/5/2021) petang.

Wita bercerita, kondisi saat ini mirip dengan kondisi akhir Desember 2020 dan awal Januari 2021 dimana ada tuntutan mogok produksi Karena naiknya harga kedelai impor.

Hal tersebut terjadi, sambung dia, tingginya kebutuhan kedelai dalam negeri tidak bisa diimbangi oleh besaran pasokan dari importir.

“Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan importir lagi susah, Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan. Kedelai di kita ada, tidak langka namun harganya mencapai Rp10.500-Rp10.700 per kilogram,” jelasnya.

Baca Juga:  Dalam Sehari, Lonjakan Kasus Covid-19 di Sekolah Hampir Dua Kali Lipat, Dinkes Kota Bogor Bilang Begini

Diketahui, tren harga yang dikutip dari Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai dunia masih mengalami kenaikan. Pada pertengahan Mei 2021, harga kedelai dunia berada di kisaran USD 15,86/bushels (Rp10.084/kg harga akhir), naik sekitar 11,2 persen dibanding April 2021 yang tercatat sebesar USD 14,26/bushels (Rp9.203/kg harga akhir).

“Akan terjadi penyesuaian harga kedelai impor di tingkat pengrajin tahu dan tempe dikarenakan komoditas kedelai asal Amerika Serikat ini belum memasuki masa panen. Selain itu juga ditengarai permintaan kedelai dari negara lain seperti Tiongkok sebesar 7,5 juta ton pada April 2021 yang berdampak pada tingginya harga kedelai dunia sampai dengan saat ini,” ucap Wita.

Saat ini, kata dia, pihaknya masih menunggu arahan dan kebijakan teknis dari Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian terkait solusi agar urusan kedelai ini tidak terjadi kelangkaan.

Baca Juga:  Tiga Penyebab Gangguan Kejiwaan Skizofrenia, Diantaranya Faktor Genetik

Pihaknya juga memastikan bahwa dari informasi yang didapat dari Bidang Perdagangan Dalam Negeri pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, tidak ada perintah agar produsen tempe dan tahu melakukan mogok produksi.

“Mungkin ada yang mogok tapi tidak semuanya, pemerintah tidak tinggal diam dan kami terus melakukan pemantauan di pasar,” tegasnya.

Dijelaskannya, bersama dengan Dinas Pertanian dan Kopti sudah mengundang pengrajin tahu serta tempe di Purwakarta untuk membahas penawaran kedelai lokal hasil tanam petani.

Namun, kata Wita, tak satupun pengrajin tahu dan tempe yang hadir, pasalnya mereka tidak tertarik dengan penawaran tersebut.

“Sempat kami undang, namun para pengrajin tahu dan tempe di Purwakarta tidak tertarik dengan penawaran kami, yang alasannya produk lokal kualitas kurang bagus,” ucapnya

Berbicara kualitas kedelai, kata Wita, karena termasuk dalam jenis C4 dengan asumsi bahan jenis kedelai tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor memerlukan cahaya matahari yang panjang.

Baca Juga:  Cek Prakiraan Cuaca Wilayah Purwakarta, Subang, Karawang Selasa 11 April 2023

“Nah, di Amerika mungkin salah satu negara yang cocok dengan kondisi tersebut,” imbuhnya.

Menurut Wita, kedelai berbeda dengan komoditas lain mengingat masih mengandalkan pada impor.

Wita menyarankan, jangan ada mogok produksi atau penjualan tahu tempe, justru hal ini akan merugikan produsen itu sendiri karena tidak adanya pendapatan, daripada menghentikan produksi, lebih baik menaikan harga jual ke konsumen menjadi solusi jangka pendek yang bisa ditempuh oleh para produsen ketimbang mogok produksi.

“Jika harga naik, toh konsumen pun akan mengerti dengan kondisi naiknya harga bahan baku kedelai. Harus diingat, kebutuhan masyarakat akan konsumsi tahu tempe lebih penting dan harus diperhatikan. Sambil kita menunggu kebijakan lebih lanjut dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat serta Kementerian Perdagangan,” pungkasnya. (Gin)