Peringati Tragedi Wasior Berdarah, Mahasiswa Papua Lakukan Aksi Bisu di Gedung Sate

JABARNEWS | BANDUNG – Dua mahasiswa asal papua melakukan aksi kampanye bisu untuk memperingati 20 tahun peristiwa pelanggaran HAM di Wasior 13 Juni 2001 lalu di depan Gedung sate Bandung pada Minggu (13/6/2021).

Salah seorang massa aksi Emanuel Iyai mengatakan, pihaknya sudah memulai aksi bisu ini pada saat bulan Mei dalam rangka menyikapi dan orasi serta memberikan kesadaran ke masyarakat luas akan operasi militer di Ndugama, Puncak Papua, dan Intan Jaya.

“Karena kontak senjata TPNPB dan TNI/POLRI sehingga menyebabkan banyak masyarakat luas yang mengungsi, banyak yang melarikan diri ke hutan, ada juga yang melarikan diri ke kota terdekat kepada keluarga mereka, ada juga yang meninggal dalam hutan akibat kelaparan dan kedinginan sedangkan anak sekolah tidak mendapat pendidikan karena sekolah mereka sudah ditutup,” kata Emanuel dalam keterangan pers yang diterima, Senin (14/6/2021).

Baca Juga:  Penemuan Mayat Perempuan Gegerkan Warga Kampung Andir Cianjur

Selain itu, mereka aksi bisu ini dalam rangka memperingati 20 tahun tragedi wasior berdarah.

Menurut Emanuel, peristiwa ini dipicu oleh dugaan serangan dari kelompok bersenjata kepada 5 Anggota Brimob di base camp Cv. Vatika Papuana Perkasa (VPP) di desa Wondiboi Distrik Wasior dan diduga kelompok tersebut membawa lari enam pucuk senjata milik Brimob. Merespon kejadian tersebut, lanjut dia, Kapolda Papua saat itu memerintahkan pengejaran kepada kelompok yang diduga telah mencuri senjata tersebut.

“Dalam pengejaran tersebut, Brimob dari biak, jayapura dan sorong dikirim. Lokasi pengejarannya meliputi Wasior, Serui hingga ke Nabire. Lalu kita tahu semua bahwa akibat dari pada itu brimob dan militer indonesia melakukan operasi militer besar-besaran yang berdampak pada kematian 4 orang Papua, 39 Korban penyiksaan, 1 Orang Korban pemerkosaan dan 5 Orang dihilangkan secara Paksa,” ungkapnya.

Baca Juga:  Tiga Pasien Covid-19 Di Kabupaten Bogor Sembuh

Sementara itu, Luis Kris menuturkan bahwa melakukan aksi bisu ini, sebagai upaya dari budaya melawan lupa yang harus dirawat dan dijaga dari manusia yang terjajah.

“Kita rakyat papua harus sadar bahwa kita adalah manusia sisa yang masih hidup. Sisa dari pada operasi-operasi militer, pembunuhan, penghilangan, pemerkosaan dan eksploitasi sumber daya alam yang masih hidup sampai sekarang,” tutur Luis.

Baca Juga:  Banyak Fasilitas Rusak Akibat Demo Buruh, Ini Kata Oded M Danial

Dia menyebut, kasus wasior berdarah ini terjadi bukti bahwa negara masih melakukan pendekatan militeristik dan tidak pernah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di seluruh tanah Papua.

“Wasior berdarah adalah salah satu peristiwa berdarah dari banyak peristiwa seperti kasus Wamena berdarah, kasus AB berdarah, kasus paniai berdarah dan berbagai kasus pelanggaran HAM lainnya,” paparnya.

“Negara tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan. bisa dilihat dari beberapa kejadian, contohnya adalah pengembalian berkas penyidikan dan penyelidikan dari komnas HAM oleh Kejaksaan Agung. Ini adalah salah satu bukti Negara tidak mau adil dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri,” tutupnya. (Red)