Harga Kebutuhan Pangan di Cianjur Mulai Merangkak Naik, Diduga Karena Ini

JABARNEWS | CIANJUR – Harga sejumlah kebutuhan pangan di pasar tradisional di Cianjur, Jawa Barat, merangkak naik mulai dari Rp2.000 hingga Rp5.000 per kilogram dari beberapa jenis, diduga kenaikan harga terjadi terkait dengan rencana penerapan PPN terhadap sembako kelas premium, bukan sembako rakyat.

Pedagang sembako di Pasar Induk Pasirhayam Cianjur, Desi (35) di Cianjur Jumat, mengatakan merangkak naiknya harga sejumlah kebutuhan pangan diduga terkait dengan rencana pemerintah yang akan menerapkan PPN sembako premium, meski tidak seluruh kebutuhan mengalami kenaikan.

Baca Juga:  Seleksi CPNS 2018, Menpan RB: Tak Ada Ujian Ulang SKD

“Memang baru rencana, tapi sudah beberapa hari ini, harga sejumlah sembako mulai naik, seperti minyak curah dari Rp 12 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram, minyak kemasan dari Rp 25 ribu menjadi Rp 30 ribu per liter,” katanya.

Ia menjelaskan, kenaikan harga juga terjadi pada tepung terigu dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram dan kacang kedelai dari Rp 10 ribu menjadi Rp 13 ribu per kilogram. Sedangkan gula pasir hingga saat ini masih di angka normal Rp 12.500 per kilogram. Untuk telur ayam boiler mengalami penurunan dari Rp 26 ribu menjadi Rp 25 ribu per kilogram.

Baca Juga:  Belasungkawa Atas Kepergian Eril, Ridwan Kamil Didatangi Chairul Tanjung, Dipo Alam, dan Sutiyoso

Sementara pedagang beras di pasar yang sama, Yayat (64) mengungkapkan, hingga saat ini, harga berbagai jenis beras masih normal, namun pasokan dari distributor mengalami keterlambatan.

“Untuk beras kualitas sedang masih di angka TRp10 ribu per kilogram, begitu pula dengan beras premium masih diangka Rp9.500 per kilogram. Belum terlihat ada tanda akan naik, harapan kami tidak sampai naik, meski ada rencana penerapan PPN semabko dari pemerintah, ” katanya.

Baca Juga:  Arsul Sani Soroti Anggaran Kejaksaan, Ini Alasannya

Bupati Cianjur, Herman Suherman, mengatakan pemerintah daerah mendukung rencana penerapan PPN untuk sembako premium dan jasa pendidikan sebesar 12 persen dengan alasan mengikuti kebijakan dan peraturan pusat.

“Kalau pemerintah pusat mengambil kebijakan seperti itu, kami di daerah siap menjalankannya. Harapan kami rencana tersebut, tidak memberatkan warga di tingkat bawah,” katanya. (Red)