Sikap Pemimpin di Saat Masa Krisis

Penulis: Hana Fitri Wulandari (Mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Ilmu Administrasi Negara)

Negara sebagai suatu organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur terlebih dengan kepentingan masyarakat luas. Sebagai suatu organisasi, negara akan mengalami dorongan dari pihak internal maupun eksternal untuk berubah sesuai keadaan lingkungan. Menurut John P. Kotter terdapat empat faktor utama yang memaksa organisasi untuk berubah, yakni perubahan teknologi, integrasi ekonomi internasional, kemajuan pasar pada negara-negara maju, dan runtuhnya pemerintahan komunis dan sosialis. Perubahan merupakan sesuatu yang tak terhindarkan dalam organisasi, sehingga organisasi harus berubah atau berinovasi sesuai keadaan lingkungan jika organisasi ingin tetap bertahan.

Pemimpin dalam organisasi sebagai pemberi arah atau penggerak organisasi agar mencapai tujuan dari adanya organisasi. Kepemimpinan adalah proses memberi arti atau pengarahan yang berarti terhadap usaha kolektif dan mengakibatkan kesediaan untuk melakukan suatu usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs & Jacques, 1990 dalam Yukl 1994:2). Sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi baik formal dan informal dapat mempengaruhi dan menggerakkan seluruh anggota dan lingkungan organisasi. Mempengaruhi orang lain adalah hal penting dari kepemimpinan baik dalam keadaan baik atau buruh, hal ini dikarenakan kekuatan pengaruh akan menjadi keterampilan kepemimpinan yang akan membedakannya dengan individu lain. Ketika keadaan krisis terjadi disinilah kemampuan pemimpin akan terlihat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Prewitt dan Weil (2014) menjelaskan bahwa krisis berawal dari nilai, keyakinan, budaya, atau perilaku organisasi yang menjadi tidak selaras dengan lingkungan tempat organisasi beroperasi. Sehingga seorang pemimpin yang mampu membaca terjadinya krisis akan memahami urgensi yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan dapat mengurangi potensi bahaya dan memanfaatkan sebagai peluang yang dihasilkan. Beberapa potensi krisis yang dapat dihadapi antara lain terorisme domestik, serangan siber, kejahatan kerah putih, dan peristiwa bencana lainnya. Krisis dapat terjadi secara rutin dan krisis baru. Keadaan krisis yang terjadi secara rutin adalah risiko yang diketahui organisasi dimana dapat merencanakan dan mengembangkan prosedur untuk mengatasi krisis organisasi. Sedangkan krisis baru adalah risiko yang menunjukkan dampak yang tidak biasa, dan biasanya organisasi tidak memiliki rencana untuk mengatasinya sehingga dapat menjadi tantangan bagi pemimpin dalam pengambilan keputusan dan pemikiran strategis yang diambil untuk mengatasi krisis. Oleh karena itu sikap pemimpin dalam masa krisis sangat menentukan apakah organisasi dapat menghadapi masa krisis atau tidak. Jadi bagaimana sikap pemimpin di saat masa krisis?

Baca Juga:  Jangan Anggap Sepele, Ini Bahayanya Jika Terlalu Sering Mengkonsumsi Fried Chicken

Membuat Keputusan Dengan Hati-Hati

Saat keadaan krisis pemimpin dituntut untuk langsung memberikan keputusan apa yang harus dijalankan agar krisis dapat diselesaikan. Namun pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dapat menimbulkan beberapa permasalahan kedepannya jika tidak hati-hati dalam mengambil keputusan. Karena dalam keadaan krisis banyak terjadi ketidakbiasaan (unfamiliarity) dan ketidakpastian, sehingga perlu dilakukan penyesuaian besar untuk memberikan respon yang efektif (Howitt, 2009). Perilaku pemimpin yang terbaik dalam keadaan krisis salah satunya dengan bersikap tenang yang diperhitungkan atau deliberate calm, yaitu kemampuan untuk melepaskan diri dari situasi cemas dan berpikir jernih tentang cara mengendalikan situasi (Garcia, 2006).

Baca Juga:  Pemprov Jabar Raih Opini WTP Enam Kali Berturut-turut

Komunikasi

Pada saat keadaan krisis pemimpin sering kali melakukan komunikasi dengan cara yang kurang tepat. Sikap pemimpin yang terlalu percaya diri, penyampaian nada optimis di awal krisis, dan menunda pemberitahuan ke masyarakat dalam waktu yang lama karena menunggu fakta dan keputusan yang dibuat. Seharusnya pemimpin dapat berkomunikasi dan menginformasikan segala sesuatu kepada bawahan dan masyarakat, karena keterbukaan informasi menjadi hal penting dalam situasi krisis.

Kepedulian

Krisis menjadi salah satu keadaan penting bagi para pemimpin untuk memperkuat peran kepemimpinan dengan membuat perubahan positif dalam kehidupan banyak orang. Keadaan krisis akan berdampak pada masyarakat dalam situasi yang berbeda-beda, pemimpin harus memperhatikan keadaan yang dihadapi masyarakat, dan kemudian mengambil tindakan yang sesuai untuk membantu masyarakat.

Kepemimpinan seorang pemimpin pada saat krisis dapat dilihat pada kepemimpinan Perdana Menteri New Zealand, Jacinda Ardern saat memimpin pada masa pandemi COVID-19 dinilai sangat menginspirasi. Kepemimpinan Jacinda Ardern dilihat dari tindakan yang tegas, komunikasi yang jelas, dan empati kepada sesama manusia. Jacinda Ardern melakukan konferensi pers di kediamannya untuk memberikan himbauan kepada warga New Zealand dengan gaya komunikasi yang tenang, Jacinda Ardern dinilai berhasil menjalankan tanggung jawabnya dan menyatukan bangsa dengan ajakan sederhana. Kejadian penembakan masjid Christchurch pada Maret 2019 juga menunjukan kepemimpinan krisis Jacinda Ardern sangat mengagumkan. Dengan sikap empati kepada para korban dan menunjukkan New Zealand sebagai negara yang terbuka dan toleran, selanjutnya Arden juga bergerak cepat dalam mengubah undang-undang senjata di New Zealand (Warnock, 2020).

Baca Juga:  Bupati Cirebon Minta Semua SKPD Segera Selesaikan LPPD dan LKPJ Tepat Waktu

Di Indonesia saat Rezim Orde Baru yang dikenal dengan kepemimpinan Soeharto yang diktator dan marak terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menyebabkan adanya protes publik terhadap kepemimpinan Soeharto dan digantikan B.J Habibie. Dalam kepemimpinannya B.J Habibie mengambil beberapa kebijakan penting terkait di bidang moneter, perbankan, fiskal, dan bidang korporasi. Keputusan yang diambil harus dengan cepat walaupun beresiko tinggi. “situasinya unpredictable waktu itu, keadaan Indonesia tidak menentu” Habibie. Namun dengan bergerak cepat hal ini tersebut membawa hasil yang positif.

Sumber:

Firestone, Steve. (2020). What Is Crisis Leadership?. Christian Faith Perspectives in Leadership and Business, https://doi.org/10.1007/978-3-030-44955-1_2

Garcia, Helio Fred. (2006). “Effective leadership response to crisis,” Strategy & Leadership. Volume 34, Number 1, pp. 4–10

Howitt, Arnoldand Herman B. Leonard, eds, Managing Crises: Responses to Large-Scale Emergencies, first edition, Washington, DC: CQ Press, 2009.

Kotter, J. P. & Schlesinger, L. (1982). Choosing Strategies for Change In Managing Organization Reading and Cases. Little Brown.

Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Harvard Business School Press.

Yukl, G. (1994) Leadership in Organizations. 3rd Edition, Prentice Hall. Upper Saddle River.

Prewitt JE, Weil R. Organizational opportunities endemic in crisis leadership. Journal of Management Policy and Practice. 2014;15(2):72–87.

Indonesiabaik.id. (2018). Masa Pemerintahan BJ Habibie: Reformasi Ekonomi Atasi Krisis. Retrieved from http://indonesiabaik.id/infografis/reformasi-ekonomi-atasi-krisis

Azzaini, Jamil. (2019). Layakkah Anda Menjadi Pemimpin?. Retrieved from https://www.jamilazzaini.com/layakkah-anda-menjadi-pemimpin/

Warnock, Matt. (2020). 6 Examples of Effective Crisis Leadership. Retrieved from https://en.blog.doodle.com/2020/07/22/6-examples-of-effective-crisis-leadership/

Isi tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis