Pro Kontra Otsus Papua, Puan Maharani Berharap Agar Lebih Tepat Sasaran

JABARNEWS | JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua menjadi Undang-Undang, Kamis (15/7/2021).

Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR yang dihadiri oleh 492 dari 575 anggota dewan dengan rincian 51 hadir secara fisik dan 440 hadir secara daring.

RUU Otsus Papua merevisi 20 pasal dari UU Otsus Papua. Sebanyak tiga pasal diajukan pemerintah dan 17 lainnya diajukan DPR RI.

Salah satu poin yang diubah dalam regulasi yang baru ialah terkait dana Otsus Papua juga diubah dari 2 persen menjadi 2,25 persen, sebagaimana tertuang di Pasal 34 ayat (3) huruf e draf RUU Otsus Papua.

Namun, dana Otsus Papua sebesar 2,25 persen itu dibagi menjadi dua yakni berupa penerimaan yang bersifat umum setara dengan 1 persen dari plafon DAU nasional serta penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25 persen dari plafon DAU nasional yang ditujukan untuk pendanaan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Menanggapi itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua DPR Papua (DPRP), Thomas Sondegau, menilai revisi UU Otsus Papua tak sesuai dengan harapan masyarakat Papua.

Baca Juga:  Surat Suara Pilkades Jalancagak Subang Sudah Mulai Dilipat

“Kami melihat bahwa pemerintah menetapkan rancangan Otsus Papua tidak sesuai (harapan) sebenarnya ini, ini maunya pusat,” kata Thomas.

Thomas mengatakan, berdasarkan aspirasi yang diterima DPRP, masyarakat menginginkan agar UU Otsus Papua dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Selain itu, masyarakat Papua juga ingin agar UU Otsus Papua berpihak kepada kepentingan orang asli Papua.

“Tetapi kami lihat rancangannya yang diajukan yang hanya berapa saja diajukan itu ya rata-rata maunya Jakarta,” ujarnya.

Thomas menyayangkan sikap pemerintah pusat yang dinilai kurang membuka ruang dialog dalam revisi UU Otsus Papua kali ini. Adanya pengubahan sebanyak 19 pasal menurutnya tidak untuk kepentingan orang asli Papua.

“Kita tidak melihat ada aspirasi yang akan masuk, contoh seperti gubernur, wakil gubernur adalah orang asli papua, itu kan UU Otsus sudah ada, sekarang yang kita mau, bupati, walikota orang asli Papua, wakil walikota, wakil bupati semua orang asli Papua. Penerimaan pegawai 80 persen orang Papua, TNI Polri, Kejaksaan Tinggi harus alokasikan khusus orang asli Papua sehingga dia akan memiliki bahwa benar Otsus ini akan membawa dampak yang baik buat orang asli Papua,” jelasnya.

Baca Juga:  Ini Komunitas Yang Concern Amati Kelestarian Burung

Selain itu Thomas juga menyoroti soal pasal pemekaran wilayah. Di dalam Pasal 76 Ayat 2 perubahan kedua UU Otsus Papua berbunyi; ‘Pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua’.

Agar tepat sasaran

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengajak masyarakat Papua untuk terlibat dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau RUU Otsus Papua. Revisi UU Otsus Papua ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021.

“DPR mengajak masyarakat Papua untuk berpartisipasi dengan memberikan saran dan masukan bagi perbaikan substansi undang-undang tersebut,” kata Puan dalam rapat paripurna.

Menurut Puan, DPR berharap agar pada masa mendatang revisi UU Otsus dapat menghasilkan formulasi yang lebih baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dalam berbagai aspek.

Baca Juga:  Miss GI Jawa Barat Angkat Citarum

“Khususnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar dia.

Selain itu, Puan berharap pelaksanaan Otsus Papua yang baru bisa lebih tepat sasaran. Hal itu disampaikan Puan dalam Pidato Penutupan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7/2021).

“Melalui perubahan Undang Undang ini diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan berbagai kekurangan dalam pelaksanaan otonomi khusus selama 20 tahun yang lalu agar lebih tepat sasaran dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat masyarakat di Papua khususnya Orang Asli Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Puan.

Puan mengungkapkan, RUU Otonomi Khusus Papua yang baru mengamanatkan pembentukan Badan Khusus yang dipimpin langsung oleh wakil presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.

Hal itu dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan pembangunan di wilayah Papua.

“Substansi yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan afirmasi bidang politik terhadap Orang Asli Papua yaitu dengan adanya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) yang diangkat dari Orang Asli Papua,” ujarnya. (Red)