Penerapan UU Cipta Kerja Ganggu Peraturan Daerah di Provinsi Jawa Barat

JABARNEWS | BANDUNG – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady menilai, banyak konsekuensi logis atas pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja.

Undang-undang yang lebih dikenal sebagai Omnibus Law dan kerap disingkat menjadi UUCK tersebut di Provinsi Jabar sangat luas pengaruhnya.

Menjelang pemberlakuan UUCK Pemprov Jabar telah merancang Perda Omnibus Investasi dan Kemudahan Berusaha. Di tingkat Provinsi Jabar, penerapan UUCK setidaknya berkonsekuensi logis pada 49 peraturan daerah.

“Sebanyak 29 perda harus diubah, 4 perda harus dicabut, 2 perda harus diintegrasikan, dan harus dibuat 14 perda baru. Itu berdasarkan kajian kawan-kawan di Biro Hukum Pemprop Jabar,” kata Daddy kepada JabarNews.com, Rabu (21/7/2021).

Dia menjelaskan, Pemberlakuan UUCK memang berdampak sangat luas. Bahkan, di tingkat kabupaten/kota pengaruhnya lebih luas lagi.

Baca Juga:  Mensos Risma Upayakan Pemulihan Trauma Healing Korban Gempa Cianjur

Di Kota Bogor misalnya, meskipun masih berdasarkan kajian sementara, pemberlakuan UUCK berdampak pada sekitar 110 perda yang ada. Demikian juga dengan sekian banyak perda di kabupaten/kota lainnya yang pasti terdampak.

“Terkait rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat ada hal yang menarik. Hingga hari ini Jawa Barat masih berpegang pada Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029,” jelasnya.

“Sebenarnya sudah ada dua kali panitia khusus yang dibentuk di DPRD Provinsi Jabar untuk melakukan perubahan perda tersebut,” tambahnya.

Lebih lanjut, Daddy mengungkapkan bahwa pada tahun 2017, pansus hanya bekerja dalam waktu 3 hari. Awalnya pansus ini hanya diberi tugas membahas satu pasal, yakni pengalihan lokasi pelabuhan dari Cilamaya (Kabupaten Karawang) ke Patimban (Kabupaten Subang).

Baca Juga:  Rumah Dirut BPR Indramayu Digeledah KPK

“Memang lokasi kedua daerah itu masih sama-sama di wilayah pantura. Akan tetapi, banyak hal yang menjadi dampak ikutannya. Meskipun demikian, pansus tetap menyelesaikan tugasnya. Sekali lagi, saya perlu tegaskan, hanya dalam 3 hari,” ungkapnya.

Kemudian, sambung Daddy, sejak akhir tahun 2019 hingga mendekati penghujung 2019 ada lagi pansus di DPRD yang juga membahas Raperda tentang Perubahan RT RW Provinsi Jabar Tahun 2009-2029.

“Pansus sudah menyelesaikan tugasnya. Sayangnya, hingga masa jabatan DPRD periode 2014-2019 berakhir, evaluasi di Pusat tak kunjung usai. Pada tahun 2020 tupoksi penanganan RT RW dialihkan dari Bappeda ke Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jabar. Namun, proses akselerasi pun berjalan seret,” ucapnya.

Baca Juga:  Peran Penting Pokdarwis Dalam Pengembangan Pariwisata di Purwakarta Pasca Pandemi

Kini ada UUCK yang salah satu amanatnya adalah menggabungkan Perda RTRW dan Perda Nomor Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Perda RZWP3K mengatur rencana zonasi wilayah laut dari bibir pantai hingga 12 mil laut.

Memang perda tersebut sudah ditetapkan menjadi lembaran daerah. Namun, kini UUCK harus melebur kedua perda tersebut.

“Apakah hal tersebut juga menjadi simbol pengambilalihan kalau tak boleh dibilang amputasi fungsi legislasi DPRD Provinsi Jabar? Padahal sejak 2020, fungsi penyusunan anggaran (budgeting) DPRD sudah pula teramputasi dengan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran yang hasilnya baru diinformasikan kemudian,” tuturnya.

“Bila itu terjadi, maka ada benarnya jika ada kawan yang meplesetkankan DPRD jadi Dinas Perwakilan Rakyat Daerah,” tandasnya. (Red)