Pelajar Putus Sekolah Tetap Dapat Berinovasi

Penulis: Bram Herdiana, Guru SMK Pariwisata Telkom Bandung

Survei yang dilakukan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mencatat, sebanyak 1% atau 938 anak berusia 7-18 tahun putus sekolah karena terdampak pandemi virus corona Covid-19. Dari jumlah tersebut, 74% anak dilaporkan putus sekolah karena alasan ekonomi. UNICEF juga melaporkan, anak perempuan 10 kali lebih besar kemungkinannya putus sekolah karena pernikahan dini. Selain itu, anak-anak penyandang disabilitas dua kali lebih besar kemungkinannya putus sekolah dibandingkan anak-anak tanpa disabilitas. Temuan UNICEF tersebut dilakukan terbatas pada keluarga miskin penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang mempunyai anak usia 4-18 tahun. Cakupannya 1.104 desa di 347 kabupaten/kota dan melibatkan sekitar 109 ribu keluarga dan 145 ribu anak usia 4-18 tahun, seperti dikutip dari katakata.co.id.

Sebelumnya juga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat terdapat 157 ribu siswa SD hingga SMA putus sekolah pada tahun ajaran 2019/ 2020. Siswa yang putus sekolah paling banyak berada di jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 59,4 ribu siswa. Selanjutnya di tingkat sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 38,5 ribu siswa. Di tingkat sekolah menengah atas (SMA) ada 26,9 ribu siswa dan 32,4 ribu siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berhenti sekolah. Data Kemendikbud terdapat 25,2 juta siswa SD, 10,1 juta SMP, 5 juta SMA, dan 5,2 juta SMK pada tahun ajaran 2019/2020.

Baca Juga:  PPKM level 3 di Tasikmalaya: PTM Hingga Mal Dibolehkan Buka, Ini Syaratnya

Banyaknya Pelajar yang putus sekolah memang membuat kita miris, tetapi mereka semuanya perlu tetap semangat dan termotivasi untuk selalu mengembangkan kompetensi dirinya walaupun tidak tercatat lagi sebagai Pelajar. Ruang sekolah bukan satu-satunya tempat untuk belajar dan berkreatifitas, para Pelajar putus sekolah bisa mengembangkan kemampuan atau kompetensi dirinya di ruang lainnya, selain ruang sekolah. Para Pelajar putus sekolah tetap bisa mengembangkan kreativitasnya dengan menemukan, mengembangkan serta mewujudkan ide-idenya di luar ruang sekolah. Berkreasi tanpa batas ruang dan waktu bisa dilakukan oleh mereka, sebab dengan berkreasi dan menghasilkan sesuatu akan menjadi suatu nilai tinggi bagi diri para Pelajar putus sekolah bahkan lebih tinggi dari para Pelajar yang masih bersekolah.

Dalam diri manusia menurut Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa jiwa manusia tersusun atas tiga potensi atau kekuatan utama yaitu cipta atau pikiran, rasa atau hati dan karsa yang berarti kemauan. Pertama cipta adalah kekuatan dalam jiwa manusia untuk berpikir sehingga dapat mengenali, memahami, mengingat dan menyimpulkan berbagai objek dan fenomena di sekitarnya. Pikiran juga dapat menemukan kebenaran dan membedakannya dari sesuatu yang salah. Dengan pikiran, manusia dapat menghasilkan ide-ide baru yang sangat penting bagi perkembangan kualitas hidup manusia. Lalu rasa, yaitu segala gerak dan perubahan hati atau emosi sehingga manusia dapat merasakan senang, sedih, kecewa, malu, bangga, kasihan, benci, sayang dan lain sebagainya. Perasaan dialami oleh hati, bukan pikiran, keduanya bisa saling mempengaruhi. Kekuatan terakhir adalah karsa atau kemauan. Kehendak ini merupakan dorongan alami dari dalam diri manusia. Pada diri manusia dorongan yang berasal dari nafsu akan dipertimbangkan oleh akal pikiran serta diperhalus oleh perasaan sebelum berbuah menjadi perilaku.

Baca Juga:  Tiga Hal Yang Mesti Diperhatikan Saat Bayar Tagihan Kartu Kredit

Kemampuan atau kompetensi para Pelajar putus sekolah diharapkan bisa menghasilkan ide-ide atau karya-karya yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan sekolah, bukan merupakan suatu halangan bagi para pelajar yang mengalami putus sekolah untuk tetap berkreatifitas mengeluarkan ide atau karya-karya sangat hebat. Dalam sejarah sudah tercatat banyak orang-orang yang dianggap lemah dan tidak akan berhasil dalam sekolahnya ternyata mampu menghasilkan karya-karya yang hebat dan bermanfaat untuk masyarakat banyak.

Seperti yang dialami oleh Thomas Alva Edison saat sekolah, gurunya memperingatkan Thomas Alva dianggap sebagai murid yang sering tertinggal, tidak pintar serta berbakat. Di usia 11 tahun, Thomas Alva yang belajar otodidak menunjukkan rasa ingin tahu yang besar dengan membaca berbagai buku. Di masa berikutnya, Thomas Alva Edison yang kita kenal sekarang, salah satu penemu hebat di dunia. Thoma Alva hanya bersekolah sekitar 3 bulan, dan secara fisik agak tuli, tetapi semuanya itu ternyata bukan penghalang untuk terus maju. Siapa yang sebelumnya menyangka bahwa bocah tuli yang bodoh sampai-sampai diminta keluar dari sekolah, akhirnya bisa menjadi seorang pembuat karya hebat berkat bantuan ibunya yang bernama Nancy Edison. Ibunya tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolahnya mengenai kekurangan diri Thomas Alva Edison dalam belajar di sekolah.

Baca Juga:  Masak Kangkung Pake Oli, Warga Sumedang Ini Sebabkan Keluarganya Masuk RS

Para Pelajar putus sekolah jangan patah arang harus tetap semangat dalam mengisi waktu-waktu setelah putus sekolah. Kemauan untuk menghasilkan karya-karya hebat adalah hak semua orang, termasuk para Pelajar putus sekolah. Ide-ide dan kreatifitas lah yang membedakan seseorang, meski putus sekolah namun tidak boleh ide-ide dan kreatifitas menjadi terputus juga. Dukungan orang tua juga menduduki peranan penting bagi munculnya ide-ide dan kreatifitas hebat dari anak-anaknya yang putus sekolah, seperti Ibunya Thomas Alva Edison yang membuat Thomas Alva mampu menghasilkan karya-karya hebat dan bermanfaat bagi kehidupan semua orang. (*)