Dede Yusuf: Pembelajaran Daring, Angka Putus Sekolah Jadi Tinggi

JABARNEWS | BANDUNG – Angka putus sekolah dan pernikahan dini mengalami peningkatan selama pembelajaran daring dilakukan di hampir dua tahun pandemi Covid-19 ini.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan, pembelajaran daring mengakibatkan dampak serius bagi proses pembelajaran siswa.

“Lama kelamaan siswa tinggal di rumah. Mending kalau internetnya bagus, kalau jelek bagaimana? Anak jadi banyak nongkrong, apalagi mal dibuka,” ujar Dede Yusuf, di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa, (7/9/2021).

Baca Juga:  Berikut ini Sejumlah Wilayah di Jawa Barat yang Berpotensi Hujan Lebat

Siswa di daerah dengan jaringan internet memadai juga bukan berarti tidak memiliki masalah. Namun, ada dampak lain yang terjadi, salah satunya adalah siswa jadi lebih rajin main game online ketimbang belajar.

Pembelajaran daring yang terlalu lama juga membuat siswa menjadi malas untuk belajar, termasuk semangat sekolah yang menurun.

Orang tua pun jadi berpikiran kalau sekolah malah menjadi beban keluarga. Terlebih ekonomi terdampak oleh pandemi, sementara anak yang sekolah harus tetap diberi biaya baik untuk pembelajaran daring maupun SPP dan hal lainnya.

Baca Juga:  Parkir dan PKL di Pasar Kordon Bandung Segera Ditata, Ema Sumarna Bilang Begini

“Angka putus sekolah menjadi tinggi, termasuk juga pernikahan dini. Saya tidak mengetahui persentase kenaikannya, tapi yang terjadi di lapangan seperti itu,” katanya.

Dia mencontohkan, beberapa lembaga pendidikan di bawah naungan ormas, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan beberapa lembaga pendidikan lainnya sampai menyurati Presiden dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca Juga:  Nilai Investasi 2021 di Kota Bandung Rp 11,4 Triliun dari Target Rp 6,1 Triliun

Surat tersebut berisi penolakan terhadap Permendibud terkait sekolah yang berhak menerima dana BOS minimal memiliki 60 siswa.

“Karena pandemi ini, banyak siswa yang keluar dari sekolah, akibatnya tidak sedikit sekolah yang memiliki siswa kurang dari 60 orang,” katanya.

“Makanya menolak ada Permendikbud tersebut. Kami juga di DPR meminta agar Permendikbud tersebut dicabut, karena jelas akan memberatkan sekolah,” katanya. (Red)