Mengenal Kampung Muslim Warga Asal Timor Timur

JABARNEWS | SUMEDANG – Pergolakan menjelang kemerdekaan Timor Timur pada 1998, memunculkan perasaan tidak nyaman di kalangan umat Islam di Bumi Lorosae itu. Karena bentrok yang tidak bisa dihindarkan dengan sesama warga Timor Timur lainnya, akhirnya beberapa warga Timor Timur yang menganut agama Islam memilih untuk eksodus ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat.

Awalnya, tokoh-tokoh muslim asal Timor Timur di Jawa Barat memilih kawasan Kebonkopi, Cibeureum, Kota Cimahi sebagai lokasi untuk merapatkan barisan. Untuk lebih mempererat jalinan silaturahmi antara muslim asal Timor Timur, pada 1998, lima tokoh muslim asal provinsi ke-27 di masa orde baru itu, sepakat untuk membuat Yayasan Lemorai Timor Indonesia.

“Kelima tokoh muslim itu yakni Hasan Basri RF, Arief Marzuki Varela, Muhammad Yasir, Salma Alfaris, dan Rahim. Pembentukan yayasan itu bertujuan untuk memberikan pembinaan dan memasiitasi pendidikan untuk anak-anak muslim asal Timor Timur,” kata Ketua Yayasan Lemorai Timor Indonesia, Al Siti Khodijah IDS, kepada Jabarnews, beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Kapolri Listyo Sigit Prabowo Lakukan Pembenahan Internal Polri, Ini Langkahnya

Menurut perempuan yang sebelum menjadi muslimah bernama Isabel Dasilbah itu, saat Yayasan Lemorai Timor Indonesia berdiri, pengurus yayasan berhasil membawa empat anak dari kawasan Timor Timur ke Kebonkopi, Cimahi.

Lalu pada 1994, sebanyak 60 anak muslim kembali didatangkan dari Timor Timur ke Tatar Pasundan. Mereka kemudian dikirimkan oleh pengurus yayasan untuk mengggali ilmu Islam ke berbagai pesantren, seperti pesantren di Cijerah, Cililin, dan Sumur Bandung.

“Hampir setiap tahun, yayasan mendatangkan 5 hingga 10 anak dari Timor Timur. Mereka difasilitasi untuk mengikuti pendidikan di berbagai pesantren, seperti di Bandung, Tasikmalaya, Bogor, Kalimantan, dan Sulawesi,” kata Siti.

Dikatakannya, seiring berjalannya waktu, pengurus yayasan menginginkan lokasi untuk menjalankan aktivitas yayasan yang lebih layak. Akhirnya, berdasarkan berbagai pertimbangan pengurus, dipilihlah Dusun Babakan Mulya RT 02/RW 04, Desa Gunungmanik, Kecamatan Tanjungsari, sebagai lokasi untuk mengembangkan aktivitas yayasan.

“Saat pertama datang ke Desa Gunungmanik pada tahun 2001, sebanyak 20 warga asal Timor Timur membuka lahan untuk aktivitas yayasan. Di lokasi ini kemudian berlangsung aktivitas pendidikan non formal bagi anak-anak, seperti madrasah dan pelatihan komputer. Selain itu, kami pun memiliki panti asuhan,” katanya.

Baca Juga:  Lagi, Mobil Dinas Desa Hilang Digondol Maling

Sekolahkan Anak Hingga PT

Menurut Siti, kini, sebanyak belasan anak anak menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi, seperti Unwim, Uninus, STT Mandala, Ikopin, STISI Telkom, STIMIK Tasikmalaya, dan universitas terbuka (UT).

“Selebihnya, anak-anak menempuh pendidikan di SD hingga SMA. Selain itu, juga terdapat sebanyak delapan balita (bayi di bawah lima tahun),” katanya.

Mengenai fasilitas pendidikan, Siti menyebutkan, di lokasi itu terdapat gedung dua lantai yang dijadikan tempat pelatihan komputer. Gedung itu dibangun dengan sumber pendanaan dari salah seorang donatur dari Kuwait.

Menurut dia, aktivitas yayasan juga didukung oleh donatur-donatur lainnya, seperti dari Dinas Sosial Kabupaten Sumedang dan Dinas Sosial Jawa Barat.

Seksi Departemen Sosial Yayasan Lemorai Timor Indonesia, Syamsudin Daud, mengatakan, aktivitas penghuni di lokasi itu selalu kental dengan nilai-nilai keislaman. Saat terdengar kumandang adzan Subuh, penghuni sudah terlihat berjamaah di masjid yang berlokasi di seputar hunian. Anak-anak laki-laki dan perempuan yang ditempatkan terpisah, masing-masing di asrama laki-laki dan asrama perempuan, bersama-sama menyambut pagi dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Baca Juga:  Polwan Donor Darah Di Ponpes Asromo Majalengka

“Setelah Subuh, biasanya penghuni mendapat wejangan-wejangan dari pembimbing selama 10 menit. Wejangan itu berisi petuah-petuah untuk memotivasi anak-anak agar selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, meningkatkan semangat belajar, dan hidup rukun baik sesama penghuni maupun masyarakat di seputar hunian,” katanya.

Syamsudin menuturkan, untuk menambah keterampilan anak-anak, para pembimbing juga menggelar beragam progam pelatihan.

“Di bidang teknologi informasi dan komunikasi misalnya, kami memiliki beberapa perangkat komputer untuk yang menjadi wahana untuk mendidik anak-anak mendalami teknologi komputer. Selain itu, kami pun memanfaakan tanah yang berlokasi di belakang hunia untuk berkebun. Di situ anak dididik agar bisa bercocok tanam,” pungkas Syamsudin. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat