Quick Count Pilgub Jabar Dan Kemungkinan Perubahan Hasil Hitung Resmi KPUD

PILKADA Serentak 2018 telah dilaksanakan pada Rabu, 27 Juni 2018 kemarin. Pusat perhatian ada di Jawa, hususnya Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan pemilih terbesar di Indonesia. Jumlah Quick Count (QC) yang diselenggarakan di Jabar memang lebih banyak daripada yang diselenggarakan di Jateng, Jatim, Sumut, Sulsel dan maupun provinsi lainnya.

Hasil QC Pilkada Gubernur Jabar 2018 menampilkan persaingan antara pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) versus Sudrajat-Syaikhu (Asyik). Dalam QC Indo Barometer selisih kedua paslon adalah 3,86% (Rindu 32,40% dan Asyik 28,54%). Dalam QC tujuh lembaga lain, selisih itu bervariasi. Paling kecil SMRC 2,68% (Rindu 32,26%; Asyik 29,28%) dan paling besar Indikator Politik Indonesia 5,05% (Rindu 34,33%; Asyik 29,28%).

Setelah hasil QC keluar, beberapa media mengajukan pertanyaan pada saya seberapa besar kemungkinan hasil QC di atas akan berbeda dengan hasil hitungan resmi KPUD Jabar. Bahkan ada yang bertanya apakah mungkin hasil hitungan KPUD Jabar akan mendapatkan hasil terbalik, di mana pasangan Asyik mendapat suara lebih tinggi daripada pasangan Rindu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebaiknya saya membuat uraian berdasarkan pengalaman Pilkada Jabar 2013 dan data-data yang ada pada 2018.

QC Dan Hasil Pilkada Jabar 2013

Pilkada Gubernur Jabar 2013 diikuti lima pasangan calon. Lebih banyak satu pasang dibanding Pilkada 2018. Pada tahun 2013 tersebut sejumlah lembaga survei juga mengadakan quick count yang disiarkan televisi dan ternyata hasilnya juga mirip satu dengan yang lain. Di mana, pasangan Ahmad Heryawan – Deddy Mizwar unggul atas Rieke – Teten (informasi ini perlu disampaikan karena di media sosial dan group WhatsApp beredar informasi bahwa hasil quick count Jabar 2013 terbalik dengan hasil KPUD Jawa Barat). Informasi yang beredar di Medsos dan WA tersebut salah, alias Hoaks.

Baca Juga:  Moratorium Belum Dicabut, 5 Daerah di Jabar Tetap Persiapkan DOB

Dalam Quick Count Indo Barometer di Jabar 2013 tersebut misalnya, pasangan Ahmad Heryawan – Deddy Mizwar unggul dengan perolehan 32,38% atas paslon Rieke-Teten yang mendapat 27,18%. Selisih mereka: 5,2%.

Di antara lima lembaga survei, selisih paling besar ada pada Lembaga Survei Indonesia yakni 5,84% (Heryawan-Mizwar 33,21%; Rieke-Teten 27,37%). Adapun selisih terkecil ada di SMRC 3,31% (Heryawan-Mizwar 32,38% versus Rieke-Teten 29,07%).

Dari hasil QC 2013 di atas tampak hal yang menarik, yakni distribusi kekuatan paslon yang mirip pola bahkan angkanya dengan QC 2018. Buat saya, ini faktor suara pemilih yang cair di Jabar. Bisa juga ada faktor yang lain. Yang jelas, hasil QC di hari pencoblosan itu ternyata mirip dengan hasil akhir menurut hitungan resmi KPUD Jabar, di mana paslon Ahmad Heryawan – Deddy Mizwar mendapatkan 32,39% suara sedangkan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki mendulang 28,41% suara. Selisih persentase suara kedua paslon adalah 3,98%. Adapun selisih suara riil adalah 800.316 suara (Heryawan-Dedy Mizwar 6.515.313 dan Rieke-Teten 5.714.997 suara).

Baca Juga:  Desk Collection Pinjol Digaji Rp20 Juta Sebulan, Dapat Tempat Tinggal dan Akomodasi, Ini Tugasnya

QC dan Hasil Pilkada Jabar 2018

Selanjutnya bagaimana dengan hasil akhir Pilkada Jabar 2018? Pertama yang perlu dicatat adalah hasil QC berbagai lembaga tahun 2018 mirip satu dengan yang lain, seperti halnya 2013 yang lalu.

Kedua, untuk dapat memperoleh hasil yang pasti dan final kita menunggu hitungan resmi KPUD sampai diumumkan nanti. Jika masyarakat dan media ingin memantau, proses perhitungan secara elektronik sudah dimulai dan dapat diakses via alamat https://ppid.kpu.go.id.

Ketiga, kita dapat membuat proyeksi perolehan suara pilkada 2018 untuk masing-masing paslon dan selisih suaranya berdasarkan pengetahuan mengenai jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan KPUD Jabar sebelum pilkada, serta tingkat partisipasi dan jumlah suara sah dalam QC oleh lembaga survei.

Untuk ilustrasi, dalam QC Indo Barometer, tingkat partisipasi Pilkada Gubernur Jabar 2018 adalah 67,88%. Jika dikalikan DPT 2018 31.781.089 orang maka didapatkan angka partisipasi 21.573.003 pemilih. Di antara angka partisipasi ini ada suara tidak sah 3,01%. Sehingga suara sah berjumlah 64,87% dari DPT yang jika dikalikan dengan DPT sama dengan 20.616.392 suara.

Jika suara sah 20.616.392 dikalikan perolehan Rindu 32,40% didapat suara 6.679.711 orang. Sementara suara Asyik 5.883.918 (28,54% dari 20.616.392 suara sah). Selisih Rindu vs Asyik dengan demikian 795.793 suara.

Baca Juga:  Inilah Lima Rentetan Banjir Terparah Yang Pernah Terjadi Di Indonesia

Hitungan di atas dapat diulangi menggunakan persentase partisipasi pemilih dan persentase suara sah pada masing-masing lembaga yang berbeda. Yang jelas, jika mengacu pada hasil QC Indo Barometer di mana jumlah suara sah adalah 64,87%, maka proyeksi selisih suara Rindu dan Asyik berkisar pada 795.793 suara.

Angka ini tidak dapat dibawa ke MK karena jauh di atas syarat untuk dibawa ke sengketa hasil pilkada di MK. Berapa syaratnya? UU No. 10/2016 Pasal 158 Ayat 1 mengatur untuk provinsi dengan 4 penduduk di atas 12 juta sengketa bisa dimajukan bila selisih kedua paslon adalah 0,5% dari total suara sah. Selisih 0,5% tersebut jika diasumsikan suara sah 20.616.392 sama dengan 103.082 suara.

Sebelum menutup uraian ini, ada baiknya juga bicara tentang tingkat partisipasi Pilkada Jabar 2013 dibanding 2018. Partisipasi pilkada 2013 menurut QC Indo Barometer (64.24%) berbeda 0,79% dengan angka riil dari KPUD (63.45%). Adapun angka partisipasi pada 2018 menurut QC IB adalah 67.88%. Untuk angka riilnya kita tunggu dari KPUD. Namun 67.88% itu merupakan kenaikan dibanding 2013. Selamat untuk KPUD Jabar.  ***

Penulis Direktur Eksekutif Indo Barometer

Jabarnews | Berita Jawa Barat