Surat Dikri Hamzah Amin, Purwakarta Perlu Perkuat Basis Intelektual

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Sampurasun.

Salam sejahtera untuk Ambu Anne Ratna Mustika, Semoga selalu sehat dan ada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam beberapa hari ke belakang, Saya sempat membaca pengumuman sayembara menulis di sebuah media, dimana disitu di terangkan Ambu sedang berusaha menyerap aspirasi masyarakat Purwakarta dan saya melihat respon yang luar biasa dari kalangan pelajar dan mahasiswa Purwakarta terhadap sayembara ini. Berbagai pujian, keluhan serta harapan untuk Purwakarta Istimewa yang lebih berkemajuan sudah banyak tersurat dalam tulisan-tulisan sayembara tersebut.

Membaca Purwakarta berarti membaca pula perjalanan Kang Dedi Mulyadi selama mengabdikan diri sebagai bupati Purwakarta. Selama masa itu pula telah banyak perubahan terjadi di Purwakarta. Merakyat dan sederhana saya kira itu ungkapan yang pas untuk melukiskan kepribadian Kang Dedi.

Saya rasa Kang Dedi mampu mengakomodir suara rakyat kecil. Bisa dilihat bagaimana beliau membangun jalan-jalan hingga ke pelosok perkampungan yang itu jelas belum ada sebelum Kang Dedi menjabat. Selain itu, bagi saya Kang Dedi bukan hanya berperan sebagai bupati tapi sekaligus sebagai pemikir, konseptor bagi lahirnya Purwakarta Istimewa yang kita kenal hari ini.

Kebudayaan Sunda yang hampir tenggelam digerus zaman, beliau gali dan hadirkan ke tempat sebagaimana mestinya sehingga bisa kembali eksis. Tanpa kepekaan intuisi dan ketajaman nalar seorang Dedi Mulyadi, mungkin saya dan masyarakat Purwakarta pada umumnya tidak akan megenali identitas sebagai orang Sunda. Dengan pede beliau memakai atribut kebudayaan Sunda seperti iket, beliau menjadikan dirinya sendiri sebagai purwarupa orang Sunda dan sebagai cerminan inilah Sunda sesungguhnya.

Semangat tersebut, juga beliau tularkan melalui kebijakan wajibnya pelajar di Purwakarta memakai pakaian khas Sunda. Sangat minim pejabat hari ini yang memiliki konsep semacam Kang Dedi.

Namun, saya juga tidak mau terlalu larut dalam romantisme Purwakarta ketika masa Kang Dedi, karena masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan oleh Ambu Anne sebagai pemimpin Purwakarta yang baru.

Ukuran keberhasilan seorang Dedi Mulyadi secara substansial dalam pandangan saya, bisa dilihat dari berhasil atau tidaknya beliau melahirkan calon-calon pemimpin baru yang mampu melampaui dirinya. Tentu hal tersebut tidak lahir begitu saja tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Dalam upaya itu dibutuhkan proses dan keterlibatan pemerintah secara langsung.

Lantas, apa yang harus dilakukan Ambu Anne sebagai pemimpin baru Purwakarta?

Saya pikir membangun basis intelektual pemuda-pemudi Purwakarta menjadi jawabannya. Karena memang, selama ini yang saya lihat pemerintah hanya fokus pada wilayah institusi pendidikan formal saja. Padahal, diluar itu masih banyak potensi-potensi yang perlu digali. Artinya, disini pemerintah (harus) mampu mendukung gerakan intelektual diluar ruang akademis seperti komunitas yang bergerak di bidang literasi dan lain sebagainya.

Kita bisa berkaca dari gemilangnya peradaban islam pada masa dinasti Abbasiyah, dimana pada masa itu pemerintah sangat berperan penting dalam kemajuan peradaban. Salah satu caranya yaitu mendukung proses aktif para intelektual muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya.

Dibalik itu, selama ini Purwakarta cukup sukses membangun diri, menggali simbol kebudayaan, dan masyarakatnya sejahtera. Namun, tanpa modal bangunan intelektual yang tidak segera dipersiapkan niscaya slogan ‘Purwakarta istimewa’ hanya akan tinggal nama.

Sekian Terimakasih.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Sampurasun.

Oleh: Dikri Hamzah Amin

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tuliskan Suratmu Di Jabarnews. Lomba Menulis Surat Untuk Bupati Anne Ratna Mustika “Tanda Kasih Untuk Purwakarta Istimewa” 1 s/d 22 September 2018

Selengkapnya di https://jabarnews.com/2018/09/jabarnews-gelar-lomba-menulis-surat-untuk-bupati-anne-ratna-mustika-catat-waktunya.html

Baca Juga:  Aska Bocah Majalengka, Temanan Sama Sanca