Sawah Mengering, Petani di Subang Tepok Jidat

JABARNEWS | SUBANG – Kemarau bukan hanya menyisakan duka bagi penduduk di desa rawan kekeringan. Kemarau merupakan awal paceklik bagi para petani yang hanya mengandalkan hujan untuk bercocok tanam.

Sawah yang selalu tergenang air saat penghujan berubah kering kerontang. Tanah lembek berubah keras dan pecah-pecah. Tanpa pasokan air, mustahil tanaman bisa tumbuh. Padahal, ekonomi masyarakat petani sangat bergantung pada hasil mengolah sawah.

Beberapa daerah di Kabupaten Subang mulai merasakan dampak kekeringan. Di antaranya, Kecamatan Kasomalang.

Badru, petani di Desa Tenjolaya, Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang merasakan menurunnya hasil panen padi di masa tanam kedua tahun ini.

Baca Juga:  Jurnalis Radio Dakta Jadi Korban Jambret Saat Liput Lalin

Akibat musim kemarau panjang yang melanda Kabupaten Subang, Jawa Barat, lahan pertanian mengalami kekeringan dan terancam gagal panen.

Badru mengatakan, sepetak sawah yang biasanya menghasilkan 15 karung gabah basah, kini hanya keluar lima karung. ’’Iya, akibat musim kemarau, sepertiga dari hasil panen normal. Intinya merugi,’’ kata Badru kepada Jabarnews.com, Minggu (16/9/2018).

Menurutnya, sebagian para petani harus menunda keinginan bercocok tanam hingga musim hujan datang. Padahal kebutuhan hidup terus mengejar. ’’Tapi musim kemarau kali sangat ekstrem, petani lebih memilih cari usaha lain,’’ katanya.

Baca Juga:  Panwaslu Usut Hilangnya Ribuan Surat Suara

Hujan sudah lama tidak menyirami sejumlah wilayah di ini, ada tiga titik di wilayah ini yang rawan kekeringan dampak dari musim kemarau yang berkepanjangan.

’’Di wilayah ini ada beberapa wilayah seperti Blok Duhra, Sawah Lega, dan Lebak Gogog, dan Blok Cikarahkal, luasnya sekitar 30 hektar. Luas ini hanya di Kampung Cijerehilir saja, belum di kampung kampung lainnya,’’ terangnya.

Baca Juga:  Cegah Penyalahgunaan Dana Desa, Tim Sekber Lakukan Monev

Zenal (50) menambahkan, biasanya musim kemarau petani mendapat keuntungan dari hasil tanaman palawija yang ditanam pada musim kemarau ini. Mereka menanam palawija jenis timun sejak sebulan yang lalu. ’’Tapi kemarau sekarang saya pilih gak tanam, halodona tarik pisan,’’ kata Zenal.

Zenal mengungkapkan, kegiatan bercocok tanam palawija dilakukan untuk mengantisipasi gagal panen pada musim kemarau. ’’Sekali panen dapat mencapai puluhan hingga ratusan kilogram timun dalam ukuran tanah puluhan meter. Hasilnya lumayan bisa nambah bambah,’’ ucapnya. (Mar)

Jabarnews | Berita Jawa Barat