Surat Kiki Pramudia: Suara Dari SMKN Kiarapedes Purwakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang terhormat,

Ambu Anne Ratna Mustika

Pada tahun 2009 lalu, pada saat saya kelas 3 Sekolah Dasar, bapak H Dedi Mulyadi menetapkan peraturan untuk memakai baju seragam berlengan panjang untuk siswa dan memakai jilbab untuk siswi perempuan. Mendengar kabar tersebut nenek saya merasa senang karena saya dapat belajar menjalankan kewajiban saya sebagai umat muslim sejak usia dini.

Lalu ketika saya kelas 6 Sekolah Dasar, beliau menetapkan kembali peraturan memakai baju kebaya untuk perempuan dan baju pangsi untuk laki-laki. Saya sangat berterimakasih kepada beliau, karena telah menjadi pemimpin yang peduli pada masyarakat dan mengajak masyarakat untuk melestarikan kebudayaan leluhur masyarakat Purwakarta.

Alhamdulillah, berkat beliau Kota Purwakarta yang sekarang berbeda jauh dengan Purwakarta yang dulu, kini Kota Purwakarta menjadi kota yang indah ditambah dengan adanya Taman Air Mancur Sribaduga yang ada di Situ Buleud dan tempat-tempat lain yang menjadi destinasi wisata, kuliner Purwakarta yang khas, serta infrastruktur yang memadai. Ditambah dengan adanya teknologi dan media sosial yang berkembang membuat Kota Purwakarta semakin dikenal masyarakat luar Purwakarta.

Kemudian ketika saya kelas 2 SMP, beliau menetapkan kembali peraturan masuk sekolah pukul 6 pagi. Awalnya saya sedikit keberatan dan sering kesiangan masuk sekolah dikarenakan jarak tempuh dari rumah ke sekolah yang sekitar 3 kilometer itu saya lewati dengan berjalan kaki. Tapi semakin lama saya semakin terbiasa, sejak saat itu saya terbiasa bangun pagi dan tidak pernah kesiangan salat subuh.

Namun masuk sekolah jam 6 pagi tersebut tidak berlaku lagi ketika saya masuk SMKN Kiarapedes, karena sekolah SMK kami ini belum mempunyai bangunan dan masih menumpang di SMPN 1 Kiarapedes dan MI Darul Falah, yang mengharuskan kami masuk sekolah jam 1 siang. Itupun dengan fasilitias alat-alat praktik yang sangat minim dan jam pelajaran yang tidak maksimal.

Ketika sekolah lain dalam satu jam pelajaran mempunyai waktu 45 menit, kami hanya punya waktu 30 menit untuk satu jam pelajaran. Dan jika sekolah kami menambah jam pelajaran seperti sekolah lain pada umumnya, maka kami akan pulang malam dan tidak akan sempat mengaji di kampung kami masing-masing.

Sementara ketika ujian, kami disama-ratakan dengan siswa di sekolah lain yang semuanya sudah serba maksimal. Karena kendala tersebut saya berfikir bagaimana cara mengatasinya, dan solusinya adalah belajar dirumah dan mencari materi dan referensi di internet. Tetapi, hal tersebut kembali lagi kepada kami yang tidak semua siswa mempunyai smartphone yang disebabkan oleh faktor ekonomi.

Sekolah kami juga pernah mendapatkan surat rekomendasi dari pihak sekolah SMP yang kami tumpangi, dan merekomendasikan untuk pindah ke SMPN 2 Kiarapedes, tetapi sampai sekarang kami belum pindah karena letak sekolah tersebut sangat jauh, dan sekolah kami meminta kesempatan agar kami masih dapat sekolah di SMPN 1 Kiarapedes.

Untuk itu saya berharap Pemerintah Kabupaten lebih memperhatikan sekolah kami atau sekolah-sekolah seperti kami. Saya yakin, Ambu akan menjadi pemimpin yang amanah dan adil serta dapat mewujudkan Purwakarta yang semakin sejahtera masyarakatnya dan menjadikan Purwakarta sebagai Kota yang tidak luput dari budaya dan keagamaan.

Sekian dari saya, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati, dan saya tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Saya hanya siswa SMK yang mencoba menyuarakan isi hati saya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Oleh: Kiki Pramudia

Pelajar di SMKN Kiarapedes Purwakarta

Baca Juga:  Ratusan Personel Gabungan Buru Pelanggar Protokol Kesehatan di Purwakarta