Penjara Super-Maximum Taklukan John Kei

JABARNEWS | CILACAP – Tampilannya kurang pas. Badan penuh tato, lengan kekar berotot itu jemari kanannya memegang canting. Dia sedang membatik. Sementara tangan kirinya menahan agak mengambang pada kain putih untuk menyerap tinta yang baru diusapkan.

Begitulah penampilan John Kei. Pria yang dulu dikenal garang dan menakutkan itu aku temui pekan pertama November lalu, di Lapas Nusa Kambangan, Cilacap. Senyum hangat mengembang saat aku menyapanya. Jabat tangannya menggenggam hangat menyambut salam yang kusodorkan. “Saya Ratna, Bang…! Dari Kantor Staf Presiden,” begitu salam yang kusampaikan.

Kami berbincang tak lebih dari 30 menit. Aku tidak pernah menyangka pria yang sekarang dihadapanku ini telah berubah sejak menjalani hukuman lima tahun terakhir. Sebelumnya dia dikenal sebagai pria yang tak ragu menggunakan kekerasan di kawasan Ibukota, Jakarta. Kebebasan dan kekuasaannya runtuh setelah pengadilan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara atas kasus pembunuhan Bos Sanex Steel Indonesia ,Tan Harry Tantono, pertengahan 2013 lalu.

Putusan pengadilan itu sekaligus membawa John Refra Kei harus diungsikan dari Lapas Salemba, Jakarta ke pulau penjara Nusakambangan. Di tempat baru, John Kei menempati penjara super maximum, sebuah blok khusus bagi narapidana yang dianggap berisiko tinggi, selama tiga bulan.

Baca Juga:  Inilah Olah Raga Ringan yang Cocok Saat Pergi Liburan

Di sini napi mendapat perlakuan berbeda. Satu napi ditempatkan dalam satu kamar yang dilengkapi kamera pengintai sepanjang waktu. Semua aktifitasnya terpantau dan terekam. Ransum makan dikirimkan ke kamar masing-masing. Napi tidak dapat berbicara dengan napi lainnya, kunjungan keluarga dibatasi, bahkan napi hanya berhak keluar sel maksimal sejam dalam satu hari.

Kelar tiga bulan, John Kei dipindahkan ke Lapas Permisan yang berkategori medium risk atau resiko menengah. Masih bagian dari Nusakambangan. Pria kelahiran Pulau Kei di Maluku itu berkesempatan berinteraksi dengan manusia. Dia juga mulai diajari untuk memiliki keterampilan. Dan ternyata, John Kei memilih untuk belajar membatik. Keren.

Di sela hari-hari membatiknya, dia juga habiskan untuk membaca dan beribadah. “Saya dulu tidak pernah ada waktu untuk ibadah. Tapi Nusa Kambangan membawa Tuhan hadir di diri saya,” kata John Kei. Kehadiran Sang Pencipta itu dirasakannya bersamaan dengan saat dia nyaris mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.

Tapi kemudian dia berupaya berbicara kepada Tuhan. “Kalau saya mati, saya mau masuk surga. Bukan masuk neraka kerena bunuh diri,” katanya. Dia meminta bantuan untuk dapat bertahan di masa penghukuman. Dia menyesal dengan masa lalu. Dia memohon maaf. Dia ingin menghapus pengalaman hidupnya dulu.

Baca Juga:  Puan Maharani Ajak Masyarakat Perkuat Persatuan dan Kesatuan di Momen Idul Fitri 1445 H

Kesadaran John Kei muncul saat menempati penjara super-maximum. Dia menempati sel yang hanya selebar dua meter dan panjang lima meter saja. Semua aktifitasnya dari tidur, mandi, membaca buku, marah, menangis. Bahkan dia hanya bisa berbicara dengan tembok. Dia sendiri. “Tidak ada yang mampu bertahan di Lapas Super Maximum, sehebat apapun dia.” katanya.

Kurungan khusus ini memang memiliki empat tingkatan pengamanan. Dari Super Maximum Security (Pengamatan Sangat Tinggi), Maximum Security (Pengamanan tinggi), Medium Security (Pengamanan Sedang) dan Minimum Security (Pengamanan Rendah). Setiap level akan ada konsekuensi bentuk pengamanan, pembinaan dan penilaiaannya.

Model ini baru ada di Indonesia sejak Agustus tahun lalu. Saat ini Lapas yang mempunyai sel khusus baru ada di lima lokasi. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat di Sumatera Utara, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Kasongan di Yogyakarta, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gunung Sindur di Jawa Barat.

Konsep ini dibuat untuk memotivasi narapidana menjadi lebih baik. Selain itu guna mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang di lapas ataupun di rumah tahanan. Mereka yang ditempatkan di kurungan spesial ini kebanyakan dengan latar belakang pembunuhan, teroris, dan narkoba.

Baca Juga:  Ini Cara Edukasi Pencegahan Covid-19 pada Anak

John Kei merupakan salah satu hasil pembinaan di penjara super maksimum ini. Meski baru menyelesaikan kurang dari sepertiga masa tahanannya, kini John Kei sudah banyak berubah. Dia menjadi pengkhotbah. Pengalamannya memberikan pencerahan bagi narapidana lain. “Saya ingin menjadi manusia baru ketika saya keluar dari penjara. Saya menyerahkan hidup saya pada Tuhan,” katanya menutup perbincangan kami.

Meski hanya sebentar, pertemuanku dengan John Kei memberi sedikit rasa lega. Kantor Staf Presiden tempatku bekerja memang memberi perhatian terhadap program Revitalisasi Pemasyarakatan, terutama untuk mengatasi over kapasitas lapas dan pembinaan napi. John Kei adalah salah satu contoh betapa program sel khusus yang sudah berjalan setahun ini memberikan hasil yang menggembirakan.

Pertemuan singkat dengan John Kei memberi harapan bagi kelanjutan program ini sebelum mereka kembali ke masyarakat. Aku pun berpamitan. John Kei menjabat tanganku dengan hangat. Kami berharap akan kembali bertemu nanti, dengan suasana yang lebih baik lagi.

Penulis : Ratnaningsih Dasahasta, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden