Belajar Berempati dari Rasulullah saw

JABARNEWS | ARTIKEL – Dalam Al-Quran surah Yunus ayat 58 disebutkan dengan karunia dan rahmat Allah, hendaklah kamu bergembira (suka cita). Hal itu lebih baik dari apa-apa yang manusia kumpulkan. Menurut penafsiran para Kyai bahwa surah Yunus ayat 58 secara tidak langsung menerangkan tentang perlunya bergembira saat bulan Rabiul Awwal, menyambut kelahiran manusia agung yang merupakan sosok rahmatan lil ‘alamin. Bergembira dengan kehadiran Nabi Muhammad saw merupakan tanda terima kasih dan perhatian kita kepadanya. Karena kehadiran Rasulullah saw kita berada di jalan Allah dan beroleh berbagai kenikmatan.

Sungguh sangat patut jika kita menggembirakan Rasulullah saw dengan bersuka cita pada hari lahirnya. Sebagai tanda kecintaan kita kepada Baginda Nabi Muhammad saw maka suka cita harus ditampakkan salah satunya dengan peringatan atau perayaan Maulid Nabi. Bersyukur sekali bahwa perayaaan maulid Nabi saw masih marak walaupun sebagian di masyarakat kita ada yang tidak melakukan, melarang atau bahkan mengharamkannya. Semoga perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan.

Di masyarakat Sunda, daerah Karawang dan Purwakarta, sudah biasa pada bulan Rabiul Awwal merayakan Maulid Nabi. Dengan aneka perayaan. Mulai dari yang mewah sampai yang sederhana. Biasanya ada ceramah dari Kiai atau Ustadz, shalawat, doa, dan makan-makan yang disajikan untuk disantap bersama-sama.

Dalam sejarah sudah banyak dikisahkan peran dan kehidupan Rasulullah saw yang layak menjadi teladan bagi umat Islam. Mulai dari urusan berkeluarga, memimpin negara, menjadi guru, menjadi sosok pedagang/pengusaha. Rasulullah saw adalah orang yang paling lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada semua orang. Tidak hanya pada keluarganya dan sahabat, tetapi juga pada orang-orang yang memusuhinya disikapi dengan positif. Saat dikejar dan dilempari batu di Thaif, Nabi mendoakan mereka dengan penuh harapan agar kelak dari mereka ada generasi yang mengimaninya. Padahal, saat itu malaikat Jibril menawarinya untuk menghukum kaum yang berlaku zalim kepada Nabi Muhammad saw.

Baca Juga:  Krisis Air, Oded Sarankan PDAM Kelola Limbah Untuk Tambah Debit Air

Kemudian ketika ada orang Yahudi mengeluarkan umpatan kepada Nabi berupa kalimat: “semoga kamu celaka.” Dibalasnya oleh Nabi dengan kalimat: “dan kamu juga.” Kebetulan saat itu Nabi bersama istrinya, yang memberikan umpatan berlebihan sebagai balasan pada orang tersebut. Nabi menegur istrinya bahwa tidak boleh membalas dengan berlebihan. Saya memahami dari keterangan sejarah bahwa Rasulullah saw memang pemaaf, penuh kasih, dan empati pada derita orang lain. Sehingga Nabi senantiasa memperlakukan orang lain dengan sikap dan perilaku yang baik. Tentu ini bagian yang sangat perlu diteladani umat Islam.

Sikap lemah lembut atau empati Rasulullah saw pada sesama manusia secara tidak langsung disebutkan dalam surah At-Taubah ayat 128, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyanyang terhadap orang-orang yang beriman.”

Al-Quran surah Azhab ayat 21 diperintahkan untuk mengambil teladan dari Rasulullah saw. Di antaranya bersikap empati pada sesama manusia, baik saudara maupun keluarga serta orang lain. Salah satu empati Rasulullah saw yang mungkin berat buat kita amalkan adalah Rasulullah saw tidak pernah makan dengan lebih dari satu lauk pauk. Hal ini bukti dari rasa prihatin Rasulullah saw dengan keadaan kaum fakir dan miskin. Rasulullah saw juga tidak pernah mengecewakan orang yang meminta bantuan kepadanya dengan selalu membantu apa pun yang diminta. Bila Rasulullah saw tidak memiliki sesuatu dari yang diminta oleh umatnya, maka Beliau akan meminta para sahabat untuk membantunya. Teladan dalam empati pada sesama manusia dari Rasulullah saw ini sudah sepatutnya diikuti sekarang, terlebih di tengah-tengah kita masih banyak orang yang berkekurangan. Apa pun yang kita bisa bantu, tentu sepatutnya kita membantu. Di antaranya adalah dengan mengangkat kaum dhuafa dari ketidakberdayaan dalam ekonomi.

Baca Juga:  Kota Bandung Terus Genjot Vakinasi Remaja

Sikap empati Rasulullah saw juga dicontohkan dalam ucapan dan perilakunya. Misalnya dalam doa Rasulullah saw memohon agar dikumpulkan bersama orang-orang miskin. Dengan untaian kalimat: “Ya Allah, hidupkanlah dan matikanlah aku sebagai orang miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin” (HR At-Tirmidzi).

Kemudian dikisahkan dalam kitab Al-Barzanji (halaman 123) bahwa “Nabi Muhammad saw mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir.”

Sikap empati Nabi Muhammad saw tersebut selayaknya menyadarkan kita bahwa kecintaan kepada Rasulullah saw mesti diwujudkan dengan memperhatikan orang-orang miskin dan dhuafa, bahkan membantunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Perhatian atas orang-orang dhuafa dan membantunya berarti menjalankan sunnah Rasulullah saw.

Wirausaha

Saya sendiri dengan latar belakang pegiat kewirausahaan dan bisnis, sedang mencoba untuk bersikap empati pada masyarakat yang membutuhkan bantuan dalam bentuk pemberian gerobak bakso gratis. Saya menemukan di Karawang dan Purwarta ada banyak orang yang membutuhkan pekerjaan. Sebagian besar berkeinginan menjadi pegawai di pabrik atau perusahaan dengan gaji bulanan. Seiring dengan banyaknya lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang belum seimbang dengan peluang pekerjaan, maka menimbulkan pengangguran.

Baca Juga:  OTT Kalapas Sukamiskin, Terkait Suap Fasilitas Napi Korupsi

Saya merenung atas persoalan tersebut, mengapa mereka tidak bisnis? Mengapa tidak coba mengadu nasib dengan wirausaha. Peluang wirausaha atau bisnis lebih besar dan bisa dilakukan setiap orang. Karena itu, saya mencoba menyentuh bagian wirausaha dengan mencoba mengurangi pengangguran melalui program gerobak bakso. Tentu masih banyak peluang wirausaha lainnya yang bisa dilakukan dan diberikan untuk mereka yang menganggur.

Kegiatan memberikan peluang usaha untuk orang-orang kekurangan secara ekonomi, bagian dari sikap empati. Berbagi uang saja kadang cepat habis dan tidak berkesinambungan. Memberikan kecakapan dalam menggunakan uang sebagai modal atau langsung berupa sarana usaha seyogyanya akan lebih langgeng. Dengan tujuan membuat orang bisa berdaya dan memanfaatkan sarana usaha yang kita berikan secara berkelanjutan dan menjadi salah satu sumber pendapatan ekonominya. Dengan pendapatan dari hasil usaha itu akan membahagiakan keluarga dan kedudukannya tidak lagi sebagai penggangguran. Bukankah Nabi Muhammad saw pun sebelum menjadi diangkat menjadi Nabi dan Rasul adalah seorang pedagang dan pernah mengembala domba? Karena itu, berbisnis atau berwirausaha adalah bagian dari meneladani Rasulullah saw.***

Dr. H. Joko Trio Suroso, Drs, SH, MH, MM, MBA adalah Caleg DPRD Provinsi Jabar Dapil Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang dari PDI Perjuangan nomor urut 2.