Eksistensi Pancasila di Tahun Politik

JABARNEWS | ARTIKEL –  Negara Berdaulat

Sebagai negara berdaulat tentu Indonesia menggunakan mekanisme pemilihan umum, guna melegitimasi seseorang untuk berkuasa, mewujudkan kesejahteraan umum serta keadilan sosial, terlihat pada ranah legistif MPR, DPD dan DPR, eksekutif Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota. Ini menandakan bahwa ungkapan Vox populi vox dei suara Tuhan adalah suara rakyat, begitu diperhatikan di Indonesia.

Indonesia baru mengenal demokrasi seutuhnya, ditandai dengan melaksanakan pemilu Presiden langsung sebanyak 3 kali (2004, 2009, 2014) tentu memiliki berbagai kekurangan yang harus segara diperbaiki, demi terciptanya kualitas pelaksanaan demokrasi yang lebih baik lagi. Esensi dari pesta demokrasi merupakan upaya pendidikan politik masyarakat, ajang pendewasaan, serta media pengamalan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik.

Dinamika Politik

Pesta demokrasi berupa pemilihan umum, terlebih pemilu Presiden dan Wakil Presiden memang sarat akan dinamika, tidak masalah, apabila meluapkan ekspresi politiknya masih dalam batas kewajaran.

Tidak bisa dimungkiri bahwa pemilihan umum memang pisau bermata dua, jika setiap kubu tidak memiliki kedewasaan dalam berpolitik, ironi perbedaan politik Indonesia menghasilkan korban jiwa (Tempo.co, 2018) jika terus dibiarkan akan berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

Jika kita amati pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan digelar pada April 2019 (Tempo.co, 2018) belum banyak memberikan gagasan, visi misi serta program kerja yang gamblang pada masyarakat, yang ada masyarakat hanya disuguhkan oleh sindiran politik bahkan perang identitas pada tingkat grass root (akar rumput), pesta demokrasi yang seharusnya meriah disambut dengan kegembiraan kini penuh dengan kebencian.

Baca Juga:  Innalillahi.. Habib Mustofa Bin Hamid Al-Jufri Wafat

Fanatisme berlebihan akan menghasilkan ketidakrasionalan, penggunaaan akal pikiran yang sehat sangat dibutuhkan dalam menentukan pilihan politik, bahkan memberikan pendapat, saran atas visi misi maupun program kerja pasangan calon. Lain hal jika fanatisme dibiarkan, hanya akan menghasilkan kerugian, perbedaan pilihan politik tidak boleh menghilangkan sifat kemanusiaan.

Melihat pemberitaan politik akhir-akhir ini, keberagaman dan kesukuan menjadi isu yang digunakan oleh oknum untuk mendulang suara terbaik, tanpa berpikir panjang membuat negeri ini terjebak pada perang identitas yang tidak produktif.

Kiranya semua warga negara terlebih aktor politik wajib paham sejarah Indonesia, karena negeri ini dibangun melalui semangat kolektifitas tanpa memedulikan latar belakang kesukuan, terlalu mahal keberagaman Indonesia dikorbankan hanya demi kepentingan politik belaka.

Kedewasaan dalam berpolitik menjadi kunci utama dalam terselenggaranya pesta demokrasi yang sehat, demi mewujudkan hal tersebut perlu mental yang kuat dan sifat kesatria bagi semua kalangan yang sedang dan akan melaksanakan pesta demokrasi. Karena demokrasi akan berkualitas jika masyarakatnya sudah cerdas, politik itu suci oknumlah yang membuat politik penuh benci.

Baca Juga:  Tiga Artis Nyaleg Di Kabupaten Bogor

Eksistensi Pancasila

Sebagai ideologi yang bangsa, pancasila harus mampu mengatasi segala tantangan dan permasalahan bangsa Indonesia, karena pancasila merupakan titik temu, titik tumpu dan titik tuju bangsa Indonesia.

Pancasila mampu mengakomodir segala kepentingan bangsa Indonesia, dan melindungi keberagaman bangsa, maka dari itulah mengamalkan pancasila terlebih pada tahun politik merupakan cara yang efektif dalam mewujudkan kontestasi politik yang dewasa dan melambangkan kewibawaan negara.

Perlu kita sepakati, pancasila juga bukan alat melancarkan kepentingan politik, terlebih penguasa, yang punya segala unsur dalam melanggengkan kekuasaannya. Tetapi pancasila menjadi sarana semua kalangan untuk berbenah, berkontemplasi apakah upaya politik untuk mendapatkan kekuasaan yang dilakukan selama telah melambangkah sifat pancasilais atau tidak.

Jika permasalahan bangsa yang diangkat adalah keberagaman dan kesukuan, kiranya sejak dahulu hal tersebut telah selesai dengan kesepakatan “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetap satu.

Pemikiran bangsa kita tidak boleh regres (mundur), tetapi harus progres (maju).

Dengan perkembangan zaman saat ini, sumber daya manusia menjadi hal yang menjanjikan untuk tetap membuat Indonesia bertahan dan eksis di tengah pencaturan politik dan ekonomi dunia internasional.

Baca Juga:  Kang Jimat Jalani Vaksinasi Tahap Kedua, Begini Pesan Yang Disampaikannya

Nilai pancasila dari ketuhanan sampai keadilan, harus diapikatifkan dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan konsep manusia Indonesia yang bertahunan, harusnya politisi takut jika melakukan upaya politik yang memunculkan disintegritas bangsa.

Politik harus menggembirakan, karena Indonesia akan memiliki pemimpin bangsanya selama 5 tahun ke depan, bukan menakutkan, kepentingan umum harus berada di atas segalanya.

Pancasila harus eksis, dalam artian sifat fleksibilitas pancasila mampu menyesuaikan perkembangan zaman, menjawab segala permasalahan politik. Jika pancasila secara teori tidak tersosialisasi secara menyeluruh mencapai seluruh penjuru Indonesia, kiranya itu bukan persoalan, karena pancasila adalah intisari dari kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri, tri prakara pancasila, keagamaan kebudayaan dan kenegaraan, pancasila adalah kita.

Kunci utama terletak pada politisi, mampukan mengamalkan pancasila secara konsisten, memberi pesan kebaikan, memberi ketauladanan, jangan hanya bermain api, jemu jika terus disuapi hal yang semu. Semangat mengabdi politisi harus terpatri pada negeri ini, karena hanya dengan itulah mampu melahirkan negarawan sejati. (*)

Penulis Agil Nanggala adalah mahasiswa Departemen Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI 2015

Jabarnews | Berita Jawa Barat

Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi jabarnews.com