Inilah Perbedaan Fintech Konvensional dan Syariah, Cek Di Sini

JABARNEWS | BANDUNG – Bagi sejumlah konsumen, kehadiran fintech dinilai memudahkan transaksi melalui e-commerce dengan pengajuan pinjaman hingga mencapai puluhan juta disertai membayar bunga cicilan. Namun, menurut syariat islam hal tersebut dapat memicu riba atau meminta kelebihan dari pinjaman awal baik dalam transaksi maupun utang-piutang.

Fintech syariah menjadi solusi bagi para konsumen untuk membeli barang melalui e-commerce. Meski kerap kali muncul perdebatan ikhwal sistem transaksi secara syariah tidak jauh berbeda berbeda dengan fintech konvensional.

“Jelas berbeda dengan fintech konvensional, karena terdapat akad mudharabah dalam penyedia pendanaan syariah,” ujar penggiat fintech berbasis syariah, Raden Nanda Teguh saat ditemui JabarNews.com di Bandung, Senin, (18/2/2019).

Baca Juga:  Ternyata Ini, Lima Keunggulan Hp Vivo Sehingga Populer di Indonesia

Nanda menjelaskan, Akad mudharabah yaitu metode kerja sama antara pemilik modal dan pengelola dana. Kedua pihak tersebut akan saling bertemu dan menentukan berapa besaran keuntungan yang akan dibagi secara adil.

“Sedangkan nasabah menerima total pembayaran dan melakulan cicilan produk yang dibeli dari toko online,” jelas Nanda.

Penyedia jasa keuangan harus memegang prinsip tanpa menerapkan riba di antaranya tidak boleh maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan).

Baca Juga:  Paman Uu Ruzhanul Menilai Demiz Layak Jadi Gubernur

“Kalau mengacu pada kebutuhan pasar, kurang lebih sebanyak 8% konsumen fokus transaksi secara syariah. Fintech syariah berupaya menyediakan cicilan untuk mengakomodir konsumen tersebut. Terutama untuk masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam menunjang produktifitas harian,” paparnya.

Sejauh ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menetapkan aturan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebagai payung hukum industri fintech berbasis peer to peer (P2P) lending.

Baca Juga:  Pemerintah Targetkan Skema Pembagian THR Keluar Paling Lambat Awal Ramadhan

“Kalau POJK itu lebih ke regulasi untuk menghimpun dana, sedangkan fintech syariah mengacu pada Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan,” terangnya.

Ia berharap, berkembangnya regulator dapat memberikan dukungan serta atensi untuk mendorong pertumbuhan industri fintech syariah.

“Ke depannya OJK dapat memberi kemudahan untuk fintech syariah karena terdapat beberapa regulasi yang harus dikaji kembali. Terlebih fintech syariah sudah menyerahkan laporan kegiatan dan laporan keuangan,” tandasnya. (Agi)

Jabar News | Berita Jawa Barat