Daerah Resapan Air, 70 Persen Kawasan Bandung Utara Jadi Perkebunan Sayur

JABARNEWS | KAB. BANDUNG – Kendati Kawasan Bandung Utara (KBU) di wilayah administratif Kabupaten Bandung ditetapkan sebagai daerah resapan air, namun lebih dari 70 persen merupakan lahan pertanian. Dari jumlah tersebut, sekitar 80,11 persennya merupakan lahan pertanian non sawah atau perkebunan sayuran.

Berdasarkan data profil pertanian Kabupaten Bandung 2018, tiga kecamatan yang masuk KBU yaitu Cimenyan, Cilengkrang, dan Cileunyi, yang seharusnya menjadi kawasan resapan air justru didominasi hutan konservasi.

Kecamatan Cilengkrang menjadi yang terparah karena luas lahan yang digunakan untuk pertanian mencapai 2.306 hektare atau 76,56 persen dari total lahan 3.012 hektare. Lahan pertanian non sawah di daerah ini pun terbilang besar karena mencapai 2.040 hektare.

Baca Juga:  Sausap-saulas Toponimi Purwakarta (12): Lalakon Pangguyangan Badak

Kondisi tak jauh berbeda terjadi di Kecamatan Cimenyan. Di daerah ini, lahan pertanian mencapai 3.396 hektare atau 63,98 persen dari total lahan 5.308 hektare.

Sama seperti di Cilengkrang, lahan pertanian di Cimenyan pun didominasi perkebunan sayuran. Perbandingannya pun sangat mencolok, karena sekitar 3.172 hektarnya merupakan lahan kebun sayuran atau hampir empat belas kali lipat lahan sawah yang hanya sekitar 224 hektare.

Baca Juga:  Ema Sumarna Pastikan Kawasan Jalan Suryani Bebas PKL

Sementara itu di Kecamatan Cileunyi, perbandingan sawah dan kebun sayuran masih cukup berimbang. Dari total 2.366 hektare lahan pertanian yang ada, 1.112 hektar merupakan sawah, sedangkan 1.254 hektar lainya merupakan non sawah.

Menyikapi kondisi itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran, mengatakan, banyak petani yang tak melakukan prosedur sebagaimana mestinya meskipun sudah berkali-kali diberi pengarahan. Akibatnya, selain produktivitas menurun, kondisi tanah di daerah itu semakin lama semakin labil.

“Kami tak bisa dan memang tak memiliki kewenangan untuk mencegah warga di daerah itu dalam mencari hajat hidup dari sektor pertanian. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh para pemilik lahan, karena notabene hampir seluruh warga di daerah itu hanyalah petani penggarap (buruh tani),” kata Tisna, dikutip pikiran-rakyat.com, Senin (26/2/2019).

Baca Juga:  Dana Tak Terduga dan Sumbangan Korban Gempa Cianjur Dipertanyakan, Tidak Ada Pencatatan?

Tisna menilai, pemilik lahanlah yang seharusnya tidak menyewakan atau membiarkan lahan mereka dijadikan areal pertanian terutama sayuran.

“Bagi kami kalaupun harus kehilangan produksi, akan lebih baik dari pada menimbulkan banyak ekses negatif terutama bencana alam,” ujarnya. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat