Nasib Bank Konvensional Di Era Pinjol

JABARNEWS | BANDUNG – Era digitalisasi teknologi informasi banyak menghadirkan beragam produk futuristik, merubah lini kehidupan manusia di segala bidang. Mempengaruhi lahirnya beragam perusahaan rintisan (startup) di berbagai bidang.  

Apalagi, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah startup terbanyak di Asia Tenggara. Salah satu sektor bisnis yang berkembang dalam industri startup adalah layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech. 

Hingga tahun 2017, jumlah perusahaan fintech di Indonesia telah mencapai angka 235. Catatan tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia yang berangsur meningkat hingga mencapai 70%, didominasi oleh para millenial.

Perkembangan fintech terus menunjukan peningkatan karena dalam dua tahun terakhir rajin menggarap pekerjaan yang biasa dilakukan oleh bank seperti jasa pembayaran, pemberian pinjaman, agregator, crowdfunding, manajemen investasi, hingga perencanaan keuangan.

Baca Juga:  Telat Ganti Oli Mesin, Ini Yang Akan Terjadi

Menurut pengamat ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, fintech telah mampu meraup transaksi hingga angka triliun. Acu memprediksi di tahun 2020, fintech akan mampu menghasilkan Rp 7 triliun. 

“Artinya, jika perbankan tidak bergerak cepat maka akan tertinggal dari sisi payment. Perbankan akan ketinggalan jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar. Tapi jangan takut karena fintech bukan musuh perbankan,” ujar Acuviarta melalui surat elektronik belum lama ini. 

Klaim tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, fintech dan perbankan dapat saling bersinergi dengan membentuk kolaborasi nyata.

Baca Juga:  Korban Selamat Asal Garut Dalam Peristiwa Penembakan Di Papua Dijemput Besok

Sinergitas tersebut terbentuk lantaran kedua sektor memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Perbankan memiliki kelebihan dalam lisensi memindahkan dana dari satu rekening ke rekening lain. Kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh fintech. 

“Ritel bank akan tetap tumbuh. Justru akan menjalin simbiosis mutualisme atau kolaborasi bersama fintech. Maka tidak akan saling mematikan karena sifatnya dapat bersinergi dengan pelayanan bank,” ujar Ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kurtubi.

Selain itu, bank memiliki keunggulan komparatif pada data, basis klien, navigasi peraturan, penanganan manajemen risiko, perizinan industry, dan reputasi.

Sementara fintech kerap tersandung terkait masalah kepercayaan karena tidak memiliki manajemen risiko yang baik. 

Baca Juga:  Inilah 8 Tandanya Jika Ternyata Pekerjaan Anda Tidak Cocok

Namun, fintech memiliki efisiensi dan efektivitas karena karakternya identik dengan perangkat mobile. Walau pengembangan terkait teknologi digital juga rajin dibenahi perbankan. 

“Fintech merupakan bagian dari efisiensi dan percepatan pelayanan. Namun, transaksi bersifat konvensional masih tetap dibutuhkan. Apalagi fintech tidak selamanya bebas dari eror,” terang Acuviarta.

Para pelaku usaha keuangan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekosistem ekonomi nasional. Tentu hal tersebut perlu ditunjang oleh peran dua regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dengan kebijakan yang menyerap aspirasi industri. (Afr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat