Panas Bumi Jadi Andalan Energi Baru Terbarukan

JABARNEWS | BOGOR – Indonesia merupakan negara berpotensi besar untuk mengembangkan sumber daya energi panas bumi yang merupakan salah satu potensi yang tergolong mumpuni untuk energi terbarukan. Hal itu disampaikan oleh Balai Besar Teknologi Konversi Energi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membeberkan potensi beberapa Energi Baru Terbarukan (EBT)

“Indonesia termasuk tiga atau empat besar negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Tapi, panas bumi biasanya di wilayah gunung, agak jauh dari fasilitas kota. Itu salah satu kendalanya,” ujar Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi, BPPT, Mohammad Mustafa Sarinanto di lokakarya ‘Menelaah Arti Penting Energi Terbarukan di Indonesia’ yang digelar Allbright Stonebridge Group (ASG) Indonesia di Kota Bogor, Jawa Barat. Rabu (19/6/2019)

Baca Juga:  Ridwan Kamil Minta Akademisi Siapkan Skema Terbaik dalam Pembelajaran, Ini Masalahnya

Menurutnya, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019, Perusahaan Listrik Negara (PLN) mulai melirik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) skala kecil 5 Mega Watt (MW) dan juga PLTP binery cycle di Lahendong dan Gunung Salak.

Potensi PLTP skala kecil 5 MW itu tersebar di beberapa lokasi, seperti Jambi, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca Juga:  Urus Surat Gratis, Dukcapil Serdang Bedagai Minta Masyarakat Hindari Calo

Meski begitu, menurut Mustafa pemanfaatan EBT sampai saat ini masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), diikuti oleh energi biomassa, panas bumi, dan biodiesel.

“Yang jelas energi terbarukan itu kebutuhan zaman. Kita harus siap-siap antisipasi dari sekarang karena suatu saat energi fosil kita akan habis. Sebelum habis negara-negara maju sudah menyiapkannya bahwa suatu saat mereka harus mampu menyiapkan energi untuk negara mereka sendiri,” kata Mustafa.

Pasalnya, energi fosil yang selama ini digunakan, hanya bisa memenuhi kebutuhan domestik hingga tahun 2026, selanjutnya pasokan EBT dapat meneruskan hingga tahun 2031.

Baca Juga:  Ratusan Pasangan di Purwakarta Nikah Ulang, Ini Penyebabnya

“Namun sejak tahun 2032 jumlah impor energi sudah lebih banyak daripada produk energi domestik, sehingga Indonesia akan menjadi net importir energi sejak tahun 2032,” tuturnya.

ASG juga menghadirkan narasumber lain, yaitu Penasihat utama ASG untuk Asia Pasific, Ratih Hardjono, Climate Energy Manager WWF Indonesia, Indra Sari Wardhani, Juru Bicara Kesepuhan Ciptagelar, Yoyo Yogasmana, dan Wartawan Mongabay, Tommy Apriando. (Ara)

Jabar News | Berita Jawa Barat