Sulit Air, Pengrajin Bata Malah Untung

JABARNEWS | MAJALENGKA – Sebagian petani mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan air pada musim kemarau ini. Tetapi, bagi para pengrajin atau pembuat bata merah, kondisi seperti ini justru malah menjadi berkah dan menguntungkan. Salah satunya di Kecamatan Ligung Kabupaten Majalengka, sejumlah pengrajin tanah liat di kawasan itu, kini sedang kebanjiran order.

Proses pengeringan yang cepat karena sinar matahari yang terik, membuat petani pengrajin bata lebih semangat, serta menghasilkan produksi bata lebih banyak hingga dua kali lipat.

Baca Juga:  Beberapa Cara Alami Tingkatkan Produksi ASI

Salah seorang pengrajin bata di Desa Kedungkancana Kecamatan Ligung, Ajid (39) mengatakan, pada musim kemarau ini, dirinya justru tersenyum. Alasannya, ia tampak semangat karena menerima banyak pesanan.

“Musim kemarau ini membuat proses pengeringan atau penjemuran lebih cepat kering. Sehingga memudahkan saya untuk kembali memproduksi bata-bata baru,” ujarnya, Kamis (4/7/2019).

Petani lainnya, Uri mengatakan, pemesan yang datang langsung kepadanya, dapat membeli bata siap pakai dengan harga miring yakni Rp.650 per/bata. Namun, jika membeli ke bandar, harga itu biasanya bervariatif yakni antara Rp. 700 hingga 750,-.

Baca Juga:  Puasa 20 Jam, Aher Dan Rombongan Rampungkan Kunjungan Kerja Awal

Petani bata tampak gembira, karena rata-rata pemesan paling kecil biasa membeli atau mengorder sebanyak 1.500 hingga 2.000 bata, atau sekali angkut menggunakan mobil bak terbuka.

“Semakin banyak pemesan tentu saya gembira. Namun rata-rata pesan satu mobil. Kami petani di sini lebih memilih buat bata merah sebagai bahan bangunan. Kalau tanam padi malah rugi, karena harus menyedot air dengan modal besar,” ungkapnya.

Terpisah, salah seorang Kepala Kedungkancana Kecamatan Ligung, Apandi mengatakan jika musim kemarau tiba, sebagian petani di wilayahnya beralih untuk memproduksi bata merah. ‎Kualitas bata merah yang diproduksi di wilayahnya itu sudah terkenal dan biasa dikirimkan ke tiga wilayah di Cirebon.

Baca Juga:  Mahasiswa UI Raih Penghargaan Emas dan Perak di PIMNAS ke-32

“Meski sudah ada batako (bata besar dengan campuran pasir semen) bata merah tetap laku. Petani di sini tak bisa nanam padi, lalu beralih menjadi pengrajin bata. Hasilnya lumayan, karena ordernya banyak.” tandasnya. (Rik)

Jabar News | Berita Jawa Barat