Penyajian Gula Khas Bojong yang Melegenda

JABARNEWS | PURWAKARTA – Abah Halim, warga Kampung Sumbersari RT. 10/03 Desa Pawenang, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta sudah mulai belajar menyadap air aren sebagai bahan baku gula, semenjak usianya 7 tahun.

Sampai di usianya kini yang menginjak 78 tahun, Abah Halim itu pun tetap konsisten memproduksi gula aren sebagai sumber mata pencahariannya.

“Wah sudah lama, sejak usia 7 tahun saya sudah mulai belajar mulai dari menyadap air aren, mengolah hingga pengemasan,” ujar Abah Halim itu saat ditemui di rumahnya, Selasa (8/7/2019).

Meski saat ini tenaganya tidak sekuat dulu lagi, untuk menopang kebutuhan ekonominya, Abah Halim pun mensiasatinya dengan membeli gula merah, kemudian diolah kembali dicampur air, lalu direbus di atas perapian sekitar 2 jam.

Baca Juga:  Ini Komposisi Timses Jokowi-Ma'ruf Amin Di Purwakarta

Setelah itu kemudian air gula merah dituangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu berukuran kecil yang telah dimodifikasi. Tunggu beberapa menit saja, gula merah milik Abah Halim sudah bisa dikemas.

Dalam pengemasannya pun cukup unik menggunakan daun pohon aren yang telah dikeringkan. Sehingga menghasilkan wangi yang khas. Satu ikat berisi 20 bungkus masing-masing berisi lima butir gula merah.

Gula hasil produksi Abah Halim ini cukup unik selintas mirip permen yang banyak dijajakan di warung-warung. Sehingga dengan kemasan mini seperti ini menjadi pembeda dari gula aren lainnya yang dikemas ukuran jumbo.

Baca Juga:  Tuntut Keadilan, Honorer Subang Menggelar Istighosah

“Selain berukuran kecil gula merah dibungkus menggunakan daun pohon aren juga memiliki wangi yang khas disamping menjadi pembeda dengan gula pada umumnya,” ucap Abah Halim.

Abah Halim memproduksi gula merah ditemani Istrinya, Hotimah (67). Mereka mengaku mampu memproduksi 30-50 ikat gula merah setiap harinya. Namun jumlah itu bisa meningkat bahkan menurun bagaimana pemesanan.

“Soal pemasaran beragam, ada yang langsung datang ke rumah ada juga saya kirim ke dalam dan luar Purwakarta dengan harga Rp15.000 per ikat,” kata kakek yang memiliki 7 cucu itu.

Baca Juga:  Sambut Hari Jadi ke-16, Bupati Sergai Minta Pesawat Terbang

Selain itu, Abah Halim berharap ada campur tangan pemerintah soal pemasaran, sebab selama ini hanya mengandalkan pemesan datang ke rumah.

“Saya bersama istri tetap konsisten menggeluti usaha ini ingin melestarikan industri rumahan di desa ini yang telah berkembang sejak dulu, untuk itu agar tetap ada peran pemerintah harus ada terutama soal pemasaran,” ungkapnya. (Gin)

Jabar News | Berita Jawa Barat