Prabowo-Sandi Kembali Ajukan Gugatan PAP ke MA

JABARNEWS | JAKARTA – Meski Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan menolak seluruh gugatan PHPU Pilpres 2019 yang diajukan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno pada 27 Juni 2019 lalu. Pasangan capres nomor urut dua itu kembali mencari keadilan lewat Mahkamah Agung (MA).

Kali ini, keduanya kembali mengajukan Permohonan Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Permohonan tersebut diterima MA pada 3 Juli 2019 dan teregister dengan nomor perkara No. 2 P/PAP/2019. Dengan principal atau pemohon langsung Prabowo-Sandi.

Sebelumnya juga, melalui MA keduanya sudah mengajukan soal TSM dengan register No. 1 P/PAP/2019. MA kemudian memutuskan bahwa permohonan tidak dapat diterima atau NO (Niet Ontvankelijk Verklaard). Pasalnya, adanya cacat formil yaitu legal standing dari pemohon yakni Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais.

Baca Juga:  Terpilih Jadi Ketua APEKSI, Bima Arya: Kita Akan Saling Bahu-membahu

Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Ncholay Aprilindo membeberkan alasan mengapa Prabowo-Sandi kembali mengajukan permohonan pelanggaran TSM.

“Putusan MA pada Permohonan No. 1 P/PAP/2019 tersebut bukanlah ditolak seperti yang selama ini beredar dalam pemberitaan, namun permohonan tersebut NO atau tidak diterima dikarenakan adanya cacat formil dan atau kekurangan syarat formil secara yuridis yaitu masalah legal standing Pemohon,” ujar Nicholay dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Oleh karena itu, kata Nicholay, pihaknya kemudian mengajukan lagi permohonan pelanggaran TSM dengan pemohonnya adalah Principal, yakni Prabowo-Sandi.

Permohonan tersebut kata dia bukan Kasasi, namun merupakan permohonan kepada MA untuk memeriksa Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) secara TSM Pilpres atas Putusan Pendahuluan Bawaslu Nomor : No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019.

Baca Juga:  Warga Terbantu Adanya Mobil Layanan Disdukcapil Kota Bandung

“Perlu kami sampaikan bahwa dasar hukum pengajuan PAP tersebut adalah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagaimana telah kami uraikan didalam Permohonan PAP kami pada MA sehingga tidak bisa dikatakan Permohonan tersebut kadaluarsa dan atau lewat waktu,” tegasnya.

Menurutnya permohonan kedua ini tidak dapat dikatakan “Nebis in Idem”. Pasalnya, dalam permohonan yang pertama, MA sama sekali belum memeriksa pokok atau materi permohonan.

MA baru memeriksa syarat formil khususnya mengenai legal standing pemohon yang dinyatakan cacat formil.

Dia menilai Bawaslu bukanlah pengadilan tingkat pertama, karena Bawaslu bukan badan atau lembaga peradilan atau lembaga peradilan khusus.

“Selain mengawasi, Bawaslu hanya diberi kewenangan oleh UU Pemilu untuk menerima laporan pelanggaran Pemilu, memeriksa dan memutuskan laporan, serta memberikan rekomendasi kepada KPU atas putusan laporan Bawaslu. Jadi, Bawaslu tidak dapat dipersamakan dengan Lembaga Peradilan seperti Pengadilan Negeri,” ucapnya.

Baca Juga:  Rekomendasi Untuk Ridwan Kamil Menuai Kecaman

Nicholay mengatakan, Bawaslu dalam Putusan Pendahuluan No. No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019, tidak menerima Laporan Pelapor Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais dengan alasan legalitas alat bukti.

Menurutnya putusan pendahuluan Bawaslu telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelapor (Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais).

“Kami melakukan ini demi mendapatkan kepastian hukum dan keadilan yang merupakan hak setiap warga negara untuk melakukan upaya hukum sesuai dengan yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walau langit runtuh, hukum dan keadilan harus ditegakkan,” pungkasnya. (Kis)

Jabar News | Berita Jawa Barat