Jadi Cagar Budaya, Rumah Bersejarah Jadi Saksi Perjuangan Lawan Penjajah

JABARNEWS | PURWAKARTA – Rumah bersejarah di Kampung Karang Sari, Desa Citalang, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, menjadi salah satu warisan cagar budaya yang keberadaannya dilestarikan hingga kini. Rumah kayu yang dibangun sekitar 1900 M masih tegak kokoh berdiri.

Suasana mistis dan angker sangat terasa begitu memasuki pekarangan rumah yang sudah berumur lebih dari satu abad tersebut. Tapi siapa sangka, dibalik itu semua, bangunan tersebut ternyata menyimpan kisah sekligus saksi bisu salah satu awal pergerakan anak bangsa dalam mengusir penjajah di Nusantara tempo dulu.

Kisah tersebut tertulis secara detail melalui beberapa literatur sejarah yang menjadi koleksi dari rumah kuno. Siapa pun yang berkunjung ke rumah kuno itu bisa mendapat penjelasan gamlang soal asal muasal awal berdirinya bangunan tersebut.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Jajat (52) menceritakan sebagimana catatan dalam sejarah rumah kuno, yakni Berawal di abad ke-17, empat bersaudara yang merupakan anak Bupati Brebes, masing-masing Rd Bangsa Yuda, Rd Mas Arfin, Rd Mas Dora dan Rd Mas Sumadireja dan pasukan terlatihnya, mengemban tugas untuk mengusir VOC atau kolinial Belanda dari Batavia atau kini di sebut Jakarta.

Baca Juga:  Jantung Pemulihan Ekonomi Kota Bandung, Ada di UMKM

Di sebuah perbatasan Batavia, sering menjadi lokasi pertempuran antara pasukan yang dipimpin empat bersaudara itu dengan pasukan VOC. Namun sayang, pasukan dari Berebes ini selalu dipukul mundur karena kalah jumlah serta persenjataan.

Hingga akhirnya, dengan sisa pasukan yang ada pasukan tersebut mundur ke arah timur atau kini merupakan daerah Kab Karawang untuk kembali menghimpun kekuatan dan kembali melakukan penyerangan.

“Setelah dirasa memiliki kekuatan cukup, mereka menyerang penguasa kolonial Belanda di Karawang. Lagi-lagi usaha tersebut gagal,” ungkap Jajat (52), salah seorang tokoh masyarakat setempat, bercerita sebagimana catatan dalam sejarah rumah kuno, Rabu (7/8/2019).

Akhirnya, ketiga putra Bupati Brebes pun lari ke arah Purwakarta dan menetap di Kampung Legoksari, sekitar Situ Buleud yang saat ini menjadi lokasi Air Mancur Sri Baduga. Smentara Rd Mas Dora menetap di Pangkalan Karawang.

Setelah dua kali penyerangan gagal, jiwa patriotisme terus berkobar dan kembali mengonsolidasikan kekuatannya sebagai persiapan penyerangan yang ketiga kalinya terhadap penguasa Belanda yang ada di Purwakarta.

Baca Juga:  Gandeng Uu Ruzhanul Ulum dan Atalia Praratya, Enesis Edukasi DBD di Kota Bandung

Namun, lagi-lagi upaya pengusiran penjajah harus berakhir dengan kekalahan di pihak pasukan putra Bupati Brebes. Ketiganya pun melarikan diri kearah selatan, yakni ke Kampung Citalang dan Gandasoli (Kecamatan Plered).

Setelah situasi cukup aman, ketiganya mulai melakukan pencarian tempat tinggal ke arah utara dan tiba di Kampung Cibaliung. Di lokasi itu hanya dihuni oleh 7 kepala keluarga dengan keadaan lahan yang cukup gersang.

Kedatangan para putra Bupati Brebes ini pun disambut baik 7 kepala keluarga yang telah lebih dulu menghuni perkampungan itu. Hingga akhirnya Rd Mas Bangsa Yuda pada 1830 secara aklamasi menjadi pemimpin di perkampungan itu dengan gelar Patinggi I.

“Kampung Cibaliung ini pun kemudian diganti dengan nama Kampung Citalang. Sama dengan nama Kampung Citalang di kecmatan Plered. Beliau menjadi kepala desa hingga 1860,” ucap Jajat.

Setelah Rd Mas Bangsa Yuda wafat, lanjut dia, jabatan sebagai kepala desa dilanjutkan oleh adiknya, yakni Rd Mas Arfin hingga 1890 dengan gelar Patinggi II. Begitu pula ketika Patinggi II wafat, posisi kepala desa berlanjut kepada Patinggi III (Rd Mas Sumadireja 1890 -1920).

Baca Juga:  Adu Kuat Ridwan Kamil vs Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar 2024, Begini Hasil Surveinya

Di awal-awal pemerintahannya, Patinggi III memiliki keinginan untuk memiliki dan tinggal di sebuah rumah yang lebih layak. Hingga akhirnya pada 1900 dibangun sebuah rumah berukuran 16 X 8 m2 dan menjadi tempat tinggal Rd Mas Sumadireja. Hingga saat ini, rumah itu dikenal dengan istilah Rumah Kuno dan masih berdiri kokoh di Desa Citalang.

“Rumah ini menjadi saksi sejarah perjuangan para putra Bupati Brebes dalam mengusir penjajah,” jelasnya.

Jajat berharap, generasi pemuda saat ini turut melestarikan peninggalan rumah tersebut sebagai warisan leluhur bukan sebaliknya dijadikan tempat ritual mistis.

“Saya berharap makna yang terkandung dalam rumah ini terus digali. Bukan malah dijadikan tempat untuk menggelar ritual-ritual mistis gak jelas,” imbuhnya. (Gin)

Jabar News | Berita Jawa Barat