Mbah Moen: Kyai Bangsa Pengayom Umat

JABARNEWS | BANDUNG – Tidak semua orang pintar itu benar, tidak semua orang benar itu pintar. Banyak orang yang pintar tapi tidak benar, dan banyak orang benar meskipun tidak benar. Daripada jadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik jadi orang benar meskipun tidak pintar.

Itulah sepenggal kalimat bijak dari seorang ulama karismatik bernama K.H. Maimun Zubair. Mbah Moen, demikian beliau kerap dipanggil, telah wafat dalam usia 91 tahun saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, pada hari Selasa, 06 Agustus 2019 jam 04:17 waktu Makkah atau jam 08:17 WIB.

Kabar meninggalnya KH Maimun Zubair sempat mengejutkan banyak orang, hingga menduduki puncak trending topic di media sosial. Para warganet di tanah air beramai-ramai mengucapkan belasungkawa. Mulai dari kalangan santri, guru ngaji, jajaran menteri, politisi, sampai dengan Presiden, semua merasa kehilangan sosok bapak bangsa yang selalu menjadi panutan dalam ilmu agama maupun membangun bangsa Indonesia.

Semasa hidupnya, Mbah Moen selalu menghabiskan waktu untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu. Dikutip dari website resmi www.nu.or.id, Mbah Moen merupakan seorang yang alim, faqih sekaligus muharrik atau penggerak. Selama ini Mbah Moen menjadi rujukan banyak ulama Indonesia dalam bidang fikih. Hal ini lantaran Kiai Maimun menguasai secara mendalam ilmu fikih dan ushul fiqh.

Jangkar Politik Kebangsaan

Selain dikenal sebagai ulama ahli fiqih Islam, mbah Moen juga dikenal sebagai ulama nasionalis yang peduli dengan politik kebangsaan. Baginya, politik bukanlah kepentingan sesaat, tapi sumbangsih untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Beliau selalu menyemangati santri-santrinya untuk senantiasa mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga:  Ngobrol-ngobrol Dunia Kerja Di "Majesti" Ika Unpad

Mbah Moen senantiasa mengajarkan dan menyebarkan konsep Islam Rahmatan Lil Alamin. Islam bukan hanya penuntun kehidupan yang sejuk dan damai bagi umat Islam Indonesia saja, tetapi juga membuat damai dan nyaman bagi umat beragama lainnya. Beliau adalah salah satu contoh ulama indonesia yang konsisten menjalankan fatwa KH Hasyim As’ari tentang Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Sebagai ulama besar, selama ini Mbah Moen sangat gigih membela prinsip-prinsip kebangsaan dan memperjuangkan kepentingan bersama di atas kepentingan golongan. Menurut Mbah Moen, dakwah selayaknya dilakukan secara damai, tak perlu keras dan galak. Karena, kondisi hari ini berbeda dengan zaman perang di era sebelum kemerdekaan.

Gagasan-gagasan Mbah Moen tentang konsep kebangsaan sering juga disampaikan melalui ceramah-ceramah keagamaan. Misalnya, seperti yang diutarakan oleh KH Maimoen Zubair saat memberikan pengarahan pada Forum Bahtsul masail ad-diniyah al-waqi’iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Mataram, NTB, Jumat, 24 November 2017 lalu, beliau mengatakan.

Indonesia ini memang bukan negara Islam. Tetapi Indonesia ini dijiwai oleh sila pertama, berketuhanan yang Maha Esa. Sila inilah yang kemudian memancarkan kebaikan-kebaikan seperti tertuang dalam sila-sila berikutnya terkait keadaban, persatuan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Ketika bangsa ini diuji dengan goncangan dan hempasan polarisasi sosio-politik yang mengoyak keberagaman, Mbah Moen tampil sebagai sosok guru bangsa penebar hawa sejuk. Terus mengingatkan masyarakat Indonesia agar tidak terjebak konflik saudara. Hal ini membuat sosok Mbah Moen diterima dan jadi panutan bukan untuk umat Islam saja, namun juga dihormati oleh tokoh agama lain. Sehingga sosok Mbah Moen ini cocok disebut sebagai jangkar politik kebangsaan.

Baca Juga:  "Klik Biar Selamat": Jurus Menekan Angka Kecelakaan Ala Pemkot Bandung dan BIRGS

Teladan yang Mengayomi

Dalam jagad politik di Indonesia, kehadirannya banyak memberikan warna dan pengaruh pada kancah perpolitikan nasional. Mbah Moen pernah masuk dunia politik dengan menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun dari tahun 1971-1978,menjadi anggota MPR selama tiga periode dari tahun 1987-1999, dan menjadi Ketua Majlis Syariah PPP.

Sebagai sesepuh di PPP, sosok Mbah Moen memang disegani dan dihormati. Ketika terjadi masalah di tubuh partai, Mbah Moen kerap menjadi penyejuk dan pemecah kebuntuan. Ketika PPP mengalami dualisme kepemimpinan, yakni kubu Romahurmuziy (Romi) dan Djan Faridz, Mbah Moen turut hadir dalam muktamar Islah PPP, Bahkan ketika Romi terjerat kasus di KPK, dan posisinya diganti oleh Suharso sebagai Plt Ketua Umum, fatwa Mbah Moen lebih didengar ketimbang AD/ART partai.

Tak sebatas itu, Mbah Moen yang merupakan salah satu Mustasar PBNU, juga dikenal sebagai salah satu ulama paling berpengaruh di Indonesia. Misalnya dalam setiap gelaran pemilihan Legislatif, Gubernur, bahkan Presiden, setiap pasangan calon selalu berbondong-bondong bersilaturahim ke rumah mbah Moen untuk meminta doa restu.

Baca Juga:  Bupati Purwakarta Lirik Potensi Ekonomi Pedesaan, Kalangan Milenial Jadi Sorotan

Pada Pilpres 2019, restu Mbah Moen bahkan menjadi rebutan. Kedua kubu, baik pendukung Jokowi-Ma’ruf maupun pasangan Prabowo-Sandi sama-sama mengklaim telah didukung Mbah Moen dalam pilpres. Video Mbah Moen bahkan sempat viral saat memanjatkan doa pada 2 februari 2019, yang kemudian dikenal dengan istilah “Doa Yang Tertukar”.

Kala itu Mbah Moen didaulat mendoakan Joko Widodo, hanya saja dalam doa itu Mbah Moen justru menyebut nama Prabowo Subianto alih-alih Joko Widodo. Tak berapa lama, video klarifikasi pun diunggah oleh M. Romahurmuziy yang saat itu masih berstatus sebagai Ketua Umum PPP. Dalam video itu Mbah Moen dan Romi muncul sembari menegaskan bahwa dukungan sang Kiai memang hanya untuk Jokowi.

Terlepas doa dan restu sebenarnya diberikan untuk siapa, Mbah Moen tetap menjadi sosok ulama karismatik yang dihormati dan disegani semua kalangan. Mbah Moen telah berhasil menjadi guru etika dan pemandu moral politik yang sejuk. Memberikan teladan dengan penuh sabar pada masyarakat Indonesia, agar senantiasa menjaga keberagaman ditengah segala perbedaan.

Kini sebagai manusia biasa, jasad beliau telah tiada. Tetapi, warisan pemikiran beliau tentang keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan, akan senantiasa terus hadir dalam setiap sanubari rakyat indonesia. Kita harus tetap optimis, bahwa perjuangan itu akan tetap dilanjutkan demi terciptanya Indonesia yang Baldatun Thayibatun Wa Rabbun Ghafur. (Red)

Penulis Dadan Rizwan Fauzi, S.Pd, adalah Mahasiswa Megister Pkn Pascasarjana UPI

Jabar News | Berita Jawa Barat