PMII Gelar Seminar Nasional Islam Indonesia di Sumedang

JABARNEWS | SUMEDANG – Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Barat  bekerjasama dengan Pengurus Cabang (PC) PMII Kabupaten Sumedang menyelenggarakan Seminar Nasional Islam Indonesia dengan tema ‘Islam Kita Islam Indonesia’ pada Kamis, (29/8/2019) di Gedung Negara Pemintah Kabupaten Sumedang. 

Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan dalam acara ini yaitu, Dr. Dadang Rahmat, S.Sos, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran untuk memaparkan dalam perspektif Islam Indonesia dan tantangan opini publik melalui media. Kemudian, dalam persepektif Islam Indonesia dan Konsepsi Perdamaian Dunia dihadirkan Rektor Universitas Parahyangan, Mangadar Situmorang, Ph.D. 

Untuk memahami dan mengulas bagaimana Islam Indonesia dan keamanan negara, dalam acara seminar nasional ini dihadirkan juga Direktur Pusat Studi Kajian Keamanan Nasional Fisip Unpad, Muradi, Ph.d. Kemudian untuk Keynote Sepeaker dihadiri langsung oleh Bupati Kabupaten Sumedang, Dony Ahmad Munir, S.T., M,M.

Baca Juga:  Pasien Covid-19 Boleh Tidak Puasa? Begini Jawaban MUI

Mengawali seminar Islam Indonesia, Dekan Fikom Unpad, Dadang Rahmat mengatakan bahwa dirinya meyakini bahwa Indonesia terbentuk pada waktu itu karena kesepakatan. 

“Kesepakatan ini, tentu ada karena komunikasi yang berjalan dengan baik. Hari ini, jika kita sudah menyadari bahwa kita berasal dari tempat yang sama, jangan sampai label-label tertentu menjauhkan kita satu sama lain,” jelasnya.

Jangan sampai, lanjutnya, masyarakat Indonesia memunculkan narasi-narasi politik, ras, ekonomi, termasuk keagamaan, yang bisa saling menjauhkan, saling memecahkan. Selain itu, menurutnya, sudah seharusnya merangkul dan menyapa mereka yang memunculkan narasi anti kebangsaan.

“Bisa jadi, mereka memunculkan narasi-narasi anti kebangsaan lebih karena tidak memahami apa yang kita maksud dengan kebangsaan itu,” ujarnya. 

Sebab itu, Dadang mengimbau agar semua orang saling memahami, tinggalkan kecurigaan, judgement, dan mulai sebarkan narasi-narasi kebangsaan dengan cara-cara yang baik. 

Baca Juga:  Heboh, Warga Jatiwangi Temukan Bayi Terbungkus Kantong Plastik

Sementara Rektor Universitas Parahyangan, Mangadar Situmorang, Ph.D mengungkapkan bahwa dunia ini sejatinya dipenuhi oleh perang ideologi dimana ideologi yang merupakan seperangkat nilai ini dapat membentuk dan mempengaruhi sikap serta harapan kita. 

“Misalnya, jika kita memaknai rahmatan lil alamin, berkah untuk seluruh alam, bagaimana keyakinan ini bisa menggerakan sikap orang-orang yang lain,” jelasnya.

Kemudian, Mangadar, menegaskan bahwa terdapat perbedaan agama di Indonesia lebih pada fakta sejarah yang telah dialami oleh Indonesia. 

“Saya Katolik, mengapa saya tidak menjadi Islam? Jika melihat sejarahnya, ditempat saya dilahirkan tidak tersentuh oleh Islam pada waktu itu, ini lebih pada sejarah saja,” ucapnya.

Meski begitu, lanjutnya, persaudaraan harus tetap ada diantara kita semua. Setiap agama itu memberikan kasih sayang, rahmat dan berkat yang sama. 

Baca Juga:  Situs Batu di Sukasari Pertegas Legenda Sangkuriang di Purwakarta

“Sejarah terus berubah terus berlangsung, kalau ingin berubah, berubahlah dengan cara yang baik dan beradab,” tandasnya. 

Narasumber terakhir dari Kantor Staff Presiden, Muradi Ph.D mengungkapkan bahwa Islam Indonesia adalah salah satu kunci dalam perubahan politik yang terjadi di Indonesia. 

“Saya mengidentifikasi Islam Indonesia ini sebagai Nahdlatul Ulama dan Muhamamdiyah karena dua organisasi besar turut aktif dalam Kebangsaan Indonesia,” jelasnya.

Tentu, lanjutnya, peran utama Islam Indonesia adalah menjaga ideologi negara. Islam Indonesia harus menjadi garda terdepan. 

“Menjadi rumit adalah sering kali kita tidak paham bagaimana cara menjaganya, padahal seperti yang pernah Ketua PBNU bilang bahwa dengan cara menjaga masjid-masjid disekitar rumah kita dari narasi-narasi anti kebangsaaan misalnya,” tuturnya. (Red)

Jabar News | Berita Jawa Barat