Waduh! Sejak Januari 2019 Obat Hepatitis C Dinyatakan Langka

JABARNEWS | BOGOR – Hepatitis berasal dari kata hepar (hati) dan titis (radang). Penyakit radang hati ini tidak hanya disebabkan oleh virus, namun juga bisa disebabkan oleh hal-hal lain seperti konsumsi obat, alkohol atau perlemakan hati. Hepatitis terbagi menjadi lima tipe, yakni A, B, C, D, dan E. Kelima tipe ini bukanlah tingkatan dan memiliki sifat yang berbeda-beda, yang kerap jadi salah pemahaman di masyarakat.

Sejak memasuki tahun 2019 obat Hepaitis C ketersediaannya dinyatakan langka hingga sekarang belum ada tindak lanjut mengenai ketersediaan obat Hepatitis C, sedangkan kebutuhan obat tersebut semakin mendesak dan meningkat. Berangkat dari situ rrganisasi masyarakat sipil, Koalisi Satu Hati mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar kembali melakukan pengadaan obat Hepatitis C.

Baca Juga:  NU dan Muhamadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada Apa?

“Kemenkes agar segera melakukan pengadaan obat Direct Acting Antiviral (DAA) karena kebutuhan yang sangat mendesak, dan memang sudah dianggarkan oleh pemerintah yang disetujui oleh Komisi IX DPR RI,” ujar perwakilan Koalisi Satu Hati, Edo Agustian Nasution di Bogor, Selasa (17/9/2019).

Menurut dia, Sejak awal Januari 2019 lalu, Sub Direktorat Hepatitis sudah mengajukan kepada Direktorat General Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes). Kemudian satu bulan lalu Koalisi Satu Hati sudah bertemu dengan Direktur General Farmalkes Kemenkes, Engko Sosialine di kantornya di Kementerian Kesehatan.

“Menurut beliau permasalahan ada di sistem e-katalog LKPP yang belum dimutakhirkan sehingga Kemenkes tidak dapat melakukan pengadaan obat tersebut,” kata Edo.

Baca Juga:  Hanura PAW Dua Kadernya Yang Membelot

Edo menjelaskan, pihaknya bersama Ditjenpas melakukan gebrakan untuk skrining dan pengobatan Hepatitis C di tujuh Lapas dan Rutan di Jakarta. Sampai saat ini, dari 12.000 orang yang telah diskrining, dan 730 orang di antaranya membutuhkan pengobatan.

Hepatitis C sejak tahun 2012 telah dapat disembuhkan dengan mudah dan biaya yang cukup murah serta tingkat kesembuhan yang tinggi, yaitu di atas 96 persen. Obat ini dikenal dengan nama Direct Acting Antiviral atau lebih dikenal dengan nama DAA. Biaya untuk obat DAA saat ini di Indonesia sekitar Rp18 juta untuk pengobatan selama 12 minggu.

Hal ini merupakan terobosan luar biasa dari obat Hepatitis C yang tersedia sebelumnya yaitu Pegylated Interferon yang tingkat kesembuhannya di bawah 60 persen. Efek samping yang berat dan biaya yang sangat mahal untuk satu tahun pengobatan.

Baca Juga:  Setelah Nakes, Pedagang Pasar Jadi Prioritas Vaksinasi Covid-19

Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk Pegylated Interferon sekitar Rp144 juta, itu belum termasuk biaya tes, diagnosa, dokter dan biaya-biaya lainnya seperti tes darah dan tes jenis virus.

Permasalahan Hepatitis C di Indonesia menurut dia saat ini cukup menjadi perhatian banyak kalangan. Prevalensi penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis C di Indonesia menurut penelitian Kememkes terakhir adalah sekitar 1,1 persen dari total penduduk Indonesia.

“Apabila saat ini penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 270 juta orang, maka sekitar 3 juta orang yang terinfeksi penyakit ini,” tandasnya. (Ara)