Komite Keselamatan Jurnalis Minta Polisi Usut Kekerasan kepada Wartawan

JABARNEWS | JAKARTA – Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai universitas kembali menggelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta (24/9/2019). Aksi serupa juga digelar di berbagai wilayah lain seperti Makassar, Malang, dan Medan.

Mereka menuntut pemerintah dan DPR mencabut pasal-pasal bermasalah di RKUHP dan menolak pelemahan KPK, serta membatalkan RUU bermasalah lainnya seperti RUU Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan.

Aksi damai yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR tersebut kemudian berujung ricuh. Sejumlah peserta aksi, jurnalis dan aparat mengalami luka-luka dalam kericuhan tersebut.

Selain itu, Komite Keselamatan Jurnalis juga menerima laporan sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan saat aksi di Jakarta dan Makassar.

Di Makassar, berdasarkan data AJI Makassar, 3 jurnalis menjadi korban kekerasan oleh polisi saat meliput aksi penolakan UU KPK dan RKUHP di depan Gedung DPRD Sulsel, Selasa (24/9/2019) petang.

Ketiganya adalah Muhammad Darwi Fathir jurnalis (ANTARA), Saiful (inikata.com) dan Ishak Pasabuan (Makassar Today).

Darwin mengalami kekerasan fisik berupa pengeroyokan polisi, ditarik, ditendang dan dipukul menggunakan pentungan.

Perlakuan yang sama juga dialami Saiful. Ia dipukul dan dipentung di bagian wajah oleh polisi. Kekerasan ini dipicu oleh kemarahan polisi saat melihat Saiful mengambil gambar aparat memukul mundur para demonstran dengan gas air mata dan meriam air.

Baca Juga:  Ini Daftar Daerah di Bekasi yang Terendam Banjir Hingga Capai Dua Meter

Ishak juga mengalami kekerasan fisik berupa hantaman benda tumpul oleh polisi di bagian kepala dan dilarang mengambil gambar saat polisi bentrok dengan demonstran.

Sementara itu, di Jakarta, berdasarkan data AJI Jakarta, reporter Kompas Nibras Nada Nailufar mengalami intimidasi saat merekam polisi melakukan kekerasan terhadap seseorang di kawasan Jakarta Convention Center, Selasa (24/9/2019) malam. Polisi juga sempat meminta Nibras untuk menghapus rekaman video kekerasan tersebut.

Polisi juga melakukan kekerasan terhadap jurnalis IDN Times Vanny El Rahman. Ia dipukul dan diminta menghapus video rekamannya tentang kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar flyover Slipi, Jakarta.

Ketiga, polisi juga menganiaya jurnalis Katadata, Tri Kurnia Yunianto. Tri dikeroyok, dipukul dan ditendang oleh aparat dari kesatuan Brimob Polri. Meski Kurnia telah menunjukkan ID Pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan, pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan.

Polisi juga merampas HP Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu berisi rekaman polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.

Baca Juga:  Tim Investigasi Panggil Pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Ridwan Kamil Ingin Panji Gumilang Datang

Kekerasan juga dilakukan massa aksi terhadap reporter Metro TV Febrian Ahmad. Massa memukuli kaca Mobil Metro TV menggunakan bambu dan melempari badan mobil dengan batu. Akibat kekerasan ini, kaca mobil Metro TV bagian depan dan belakang, serta kaca jendela pecah semua.

Kekerasan yang dilakukan polisi dan massa merupakan tindakan pidana sebagaimana dalam UU Nomor 40 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.

Setiap jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3) UU RI No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Khususnya terkait peliputan yang menyangkut kepentingan umum sebagai bentuk kontrol publik.

Untuk diketahui, Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di gedung Dewan Pers, Jakarta pada Jumat (5/4/2019) untuk menyikapi tingginya kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Komite Keselamatan Jurnalis beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen,Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Safenet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi).

Baca Juga:  BEM Se-Bandung Raya Akan Laporkan Tindakan Kekerasan saat Aksi Demo

Menyikapi masih adanya kekerasan terhadap jurnalis, Komite Keselamatan Jurnalis menyatakan sikap:

1. Mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi. Terlebih kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis.

2. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat sedang meliput. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.

3. Mengimbau perusahaan media untuk memberikan alat pelindung diri kepada jurnalis mereka yang meliput aksi massa yang berpotensi terjadi kericuhan.

4. Mendesak Dewan Pers membentuk Satgas Anti Kekerasan guna menuntaskan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang aksi penolakan RKUHP dan Revisi UU KPK di berbagai daerah.

5. Data yang dikumpulkan AJI Makassar dan AJI Jakarta ini merupakan data sementara.

Komite Keselamatan Jurnalis membuka Hotline Antikekerasan Jurnalis untuk jurnalis yang mengalami kekerasan di nomor -0812-4882-231. (Red)