Pemkot Cimahi Temukan 443 Kasus ODHA Diantaranya 40 Orang Meninggal

JABARNEWS | CIMAHI – Dalam beberapa waktu terakhir kasus HIV/AIDS di Kota Cimahi cukup tinggi. Untuk itulah pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS selalu menjadi titik fokus utama yang dilakukan oleh Pemkot Cimahi khususnya Dinas Kesehatan Kota Cimahi.

Hingga bulan Juni 2019, tercatat sebanyak 443 kasus dan 40 orang di antaranya meninggal dunia. Berbagai upaya pun tengah dilakukan Pemkot Cimahi dalam penanggulangan masalah HIV/AIDS, serta meminimalisir penyebaran HIV/AIDS di wilayahnya.

“Dari 443 kasus di tahun 2019 ini, 40 orang meniggal dunia akibat terjangkit HIV/AIDS. Itu yang sudah terdeteksi, karena HIV/AIDS ini ‘kan tidak ujug-ujug, biasanaya 10 sampai 20 tahun yang lalu, tetapi sekarang baru ketahuan oh ini terjangkit,” ungkap Wakil Wali Kota Cimahi, Ngatiyana usai membuka Rapat Koordinasi Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Cimahi di Aula Gedung A Pemkot Cimahi Jalan Demang Hardjakusumah, Senin (30/9/2019).

Baca Juga:  Sidang Paripurna Hari Jadi Kabupaten Bekasi Hanya Diikuti 22 Anggota

Adapun faktor resiko penularan HIV/AIDS di Kota Cimahi biasanya timbul akibat dari jarum suntik, misalnya pemakaian narkoba dan sebagainya. Serta hubungan intim dengan berganti-ganti pasangan.

“Selain itu komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender) juga berpotensi terpapar HIV AIDS, karena itu tadi identik dengan jarum suntik. Kalau hubungan, istilahnya bergaul, pembicaraan, mungkin sentuhan dan lain sebagainya, di kamar mandi, di terminal, itu tidak menularkan HIV/AIDS, kecuali jarum suntik dan hubungan intim berganti-ganti pasangan,” beber Ngatiyana.

Menurutnya, pencegahan dan pemberantasan HIV/AIDS ditanah air bukan hanya tanggungjawab pemerintah, tetapi merupakan tugas kita semua seluruh komponen masyarakat Indonesia.

Baca Juga:  Jalan Rusak Parungbanteng Purwakarta, Permata: Hambat Aktivitas Masyarakat

“Pandangan masyarakat terhadap HIV/AIDS saat ini masih merupakan momok yang mematikan dan menakutkan. Sehingga diskriminasi terhadap odha (penderita HIV/AIDS) masih terjadi dimana-mana, padahal HIV/AIDS sudah bisa dikelola, dan sudah ada obatnya,” ungkap Ngatiyana.

Ia menyebutkan, adanya stigma dan diskriminasi serta bayangan masa depan yang gelap, seringkali membuat seseorang yang berisiko tertular HIV, seperti pengguna narkotika suntik, pelaku hubungan intim yang tidak aman dan bergonta ganti pasangan, jadi takut melakukan test HIV.

“Pengidap HIV/AIDS tidak boleh dikucilkan, dimarginalkan. Harus kita dekati, sehingga mereka hidupnya semangat, dan punya harapan,” imbuhnya.

Baca Juga:  Yana Mulyana Pastikan Pemerintah Konsisten Dukung Pengembangan UMKM di Kota Bandung

Ngatiyana mengakui, pengetahuan masyarakat mengenai cara penularan, pencegahan, dan pengobatan HIV/AIDS dirasakan masih sangat kurang. Masyarakat memandang HIV/AIDS merupakan sesuatu yang sangat menakutkan, mematikan, dan tidak ada obatnya, sehingga pengucilan atau stigma terhadap odha masih terjadi.

“Untuk ODHA kita ada pembinaan dan pengobatan yang diberikan secara rutin. Makanya hari ini kami undang narasumber dari provinsi, sehingga peserta Rakor yang diantaranya kader PKK, dan kelurahan bisa di sosialisakan lagi kepada masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS dan cara pencegahannya,” terang Ngatiyana.

Ia juga berharap dapat terhentinya stigma negatif dan sikap diskriminatif terhadap ODHA. Masyarakat juga diminta peduli terhadap kesehatan diri dengan rutin cek kesehatan. (Red)