JABARNEWS | JAKARTA – Mahasiswa yang sempat bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko masih mengharapkan respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menyatakan akan menggelar demo lebih besar jika Jokowi tak memberi respons hingga Senin (14/10/2019).
Menanggapi hal ini, pengamat politik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Alvitus Minggu mengatakan, rencana mahasiswa tersebut untuk melakukan aksi demonstrasi sah-sah saja. Aksi tersebut merupakan ekspresi menelurkan demokrasi.
“Dalam konteks demokrasi, aksi tersebut tidak salah. Apa yang dilakukan mahasiswa sah-sah saja,” ujar Alvitus kepada Jabarnews.com, Jumat (11/10/2019).
Namun cara yang lebih elegan menolak revisi UU KPK No. 30 tahun 2002 melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab ranah perdebatan substansi UU hanya di MK.
“Kalau mau lebih lebih elegan, silahkan mereka berdebat di MK karena disana saluran hukum yang resmi. Kalau ke DPR tak ada gunanya, karena DPR sebagai lembaga untuk memproduksi UU,” tegasnya.
“Kita artikan revisi UU di DPR bahwa fungsi DPR tak hanya jalankan fungsinya, misalnya revisi UU bagian dari kinerja DPR. Tak salah DPR revisi UU. Mekanisme politik, revisi UU bagian dari mekanisme politik yang sudah melekat dalam diri DPR RI,” tambahnya. (Odo)