Keindahan Panorama di Gunung Papandayan

JABARNEWS | GARUT – Tidak hanya terkenal sebagai kota penghasil dodol, di kota ini juga terdapat sebuah gunung yang menjadi daya tarik para pendaki Indonesia dan luar negeri. Gunung Papandayan namanya. Gunung ini terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat, ia selalu menjadi magnet bagi para wisatawan.

Nikmatilah panoramanya. Dimulai dari menerawang kawah belerang, hutan mati, megahnya padang bunga edelweiss, sampai puncak Tegal Alun. Semuanya, sejauh ini telah menjadi lokasi favorit saat para wisatawan berkunjung ke sana. Jalur pendakian yang tidak begitu berat membuat gunung ini tergolong gunung yang bersahabat.

Selain itu ketika mulai medaki Papandayan, kita dapati kontur tanahnya cenderung landai dan terdapat jalur pendakian yang aman sehingga memudahkan para pendaki sampai pada puncak gunung. Selain medan pendakiannya yang tidak terlalu sulit, Gunung Papandayan juga memiliki pemandangan indah yang menemani pendaki selama mendaki gunung yang memiliki ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut ini.

“Saya kesini diajak temen, Gunung Papandayan setahu saya juga untuk pendaki pemula jadi enggak salah untuk mecoba mendaki. Keindahan alamnya juga masih sangat terjaga keasriannya,” ucap Muhammad Thirdy, salah seorang pendaki yang dijumpai di Gunung Papandayan, belum lama ini, dilansir dari laman Indonesia.go.id.

Gunung Papandayan memiliki dua jalur pendakian, yakni jalur Cisurupan dan jalur Pengalengan. Masing-masing jalurnya memberi tantangan tersendiri bagi pendaki. Jalur Cisurupan termasuk jalur pendakian yang termudah dan menjadi pilihan bagi sebagian besar para pendaki pemula karena tracknya relatif lebih aman.

Baca Juga:  Ribuan Pohon Di Kota Bekasi Rawan Tumbang, Berumur Puluhan Tahun

Pendaki harus menuju gerbang pendakian terlebih dahulu untuk kemudian melanjutkan menuju basecamp. Dari basecamp inilah perjalanan pendakian dimulai. Sebelum memulai pendakian, pendaki harus melakukan registrasi terlebih dahulu di basecamp.

Semetara pada track Cisurupan, pendaki harus melalui jalur menanjak di awal-awal pendakian. Jalur yang dilalui diawal-awal pendakian cukup menantang karena kondisi jalanan yang bebatuan.

Bagi Anda yang mungkin belum terbiasa mendaki, mungkin akan merasakan pegal- pegal di bagian kaki terutama lutut. Setelah itu perlahan-lahan bau belerang menyengat akan tercium di track ini. Bau belerang ini berasal dari Kawah Papandayan yang memiliki 14 kawah yang mengeluaran asap. Setelah melewati kawah, pendaki akan memasuki hutan yang dihiasi dengan banyaknya pepohonan dan memberikan nuansa kesejukan tersendiri.

Selanjutnya, pendaki akan tiba di pintu Lawang Angin. Dari pintu ini, pendaki akan menemui jalur yang bercabang tiga. Pada jalur sebelah kiri, pendaki akan menuju Camping Ground Pondok Saladah. Sementara di jalur sebelah kanan, pendaki akan menuju Tegal Alun, dan jalur lurus menuju Pengalengan.

Bagi pendaki yang ingin bermalam di Gunung Papandayan, Pondok Saladah biasanya dijadikan area untuk beristirahat dan medirikan tenda. Di sini mereka bisa melepas lelah sebelum menuju puncak. Selain itu, pendaki juga bisa mendapatkan air dengan mudah di sungai kecil dengan debit air cukup besar.

Baca Juga:  Sesuaikan Gaya Hidup Era New Normal, AQUA Japan Hadirkan Produk Unggulannya

Sambil beristirahat, di Camping Ground Pondok Saladah pendaki disajikan panorama keindahan bunga khas pegunungan edelweiss. Bahkan jika pendaki mengalihkan pandangannya ke arah timur, maka akan tersaji pemandangan pohon-pohon kering yang terkena erupsi atau dikenal dengan kawasan hutan mati.

Puas melepas lelah di Camping Ground Pondok Saladah, pendaki dapat melanjutkan perjalanan menuju Tegal Alun. Untuk mencapai Tegal Alun, pendaki harus melewati kawasan Hutan Mati terlebih dahulu. Tegal Alun menjadi titik tertinggi yang menyajikan keindahan dari Gunung Papandayan. Di sini merupakan “rimba” bagi bunga edelweiss.

Dari puncak ini, pendaki juga bisa menikmati keindahan matahari terbit dan terbenam. Kawasan ini juga menjadi objek foto favorit pendaki untuk mengabadikan momen mereka di puncak Gunung Papandayan.

Cerita dibalik Hutan Mati Gunung Papandayan

Hutan mati di kawasan Gunung Papandayan merupakan daerah sabana dengan pepohonan yang telah mati. Hal ini ditunjukkan dengan batang-batang pohon yang kering dan tidak berdaun lagi. Namun, karena keunikannya tersebut hutan mati ini menawarkan suasana yang berbeda dari pemandangan gunung pada umumnya dan juga lebih eksotis.

Tidak hanya itu, hutan mati di Gunung Papandayan mempunyai nilai sejarah sendiri. Berdasarkan sejarah, hutan mati ini terbuat dari letusan maha dahsyat dari Gunung Papandayan yang terjadi pada ratusan tahun silam.

Letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tanggal 11 hingga 12 Agustus 1772 itu mengakibatkan empat desa di sekitar gunung rata dengan tanah. Selain itu, sekitar tiga ribu penduduk di sekitar gunung juga ikut terkubur di danau vulkanik, bahkan hewan peliharaan juga terkena dampak dari letusan tersebut.

Baca Juga:  Emil: PNS Gunakan Mobnas Untuk Mudik Akan Dapat Sanksi

Dalam catatan sejarahnya, Gunung Papandayan tercatat telah beberapa kali meletus diantaranya pada 12 Augustus 1772, 11 Maret 1923, 15 Agustus 1942, dan terakhir kali 11 November 2002. Letusan terbesar terjadi pada tahun 1772 .

“Ya memang benar letusan terhebat Papandaya terjadi pada tahun 1772, semua rusak dan masyarakat banyak yang meniggal akibat letusan itu. Belum lagi dampak akibat letusan, salah satunya ya huta mati itu,” ujar Andri, Pengurus Koperasi Gunung Papandayan.

Bahkan saking dahsyatnya letusan Gunung Papandayan sampai membuat seorang jurnalis asal luar negeri sempat mendeskripsikan kejadian meletusnya Gunung Papandayaan dan ditulis dalam bukunya yang berjudul Natural Disaster.

Walaupun terkesan angker dan menyeramkan, hutan mati ini mampu menyuguhkan pemandangan yang luar biasa unik dengan ratusan pohon jenis cantigi berwarna hitam yang tumbuh di atas material lumpur dari kawah gunung.

Selain itu, kita juga akan dimanjakan dengan indahnya tanah pasir putih yang terhampar luas di sekitarnya, ditambah dengan kabut tipis yang terbentang di daerah ini. Sesekali, kita akan mencium bau belerang yang berasal dari kawah Gunung Papandayan bercampur dengan udara sejuk khas pegunungan. (Red)