DLH KBB: Pengawasan Pencemaran Sungai Citarum oleh Pabrik Belum Optimal

JABARNEWS | BANDUNG – Menyandang predikat sebagai sungai terkotor ketiga di dunia pada 2013 lalu. Sungai citarum yang memiliki panjang 269 km itu menjadi sorotan Internasional terkait sungai paling tercemar di dunia.

Kepala DLH KBB, Apung Hadiat Purwoko mengatakan, pencemaran Sungai Citarum selain karena belum sadarnya masyarakat yang masih membuang sampah serta limbah rumah tangga lainnya, banyak pula pabrik yang membuang limbahnya ke aliran sungai secara sembunyi-sembunyi.

“Aktivitas pabrik yang merusak ekosistem air Sungai Citarum, dikarenakan masih kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan pengawasan terhadap pabrik-pabrik nakal tersebut,” Ujar Apung dilansir Jabarnesw.com dari Jabarekspres.com, Sabtu (19/102019)

Baca Juga:  Operasi Libas Lodaya: Polisi Ciduk 60 Pelaku Curat, Curas, Dan Curanmor

kemudian menurutnya, tidak adanya Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di DLH Kabupaten Bandung Barat, menjadi satu kendala kurang optimalnya pengawasan yang terjadi di sungai citarum saat ini.

“Untuk melakukan pengawasan kami juga kekurangan sarana dan prasarananya, padahal di Bandung Barat ada 70 pabrik yang harus kami pantau,” ungkapnya.

Baca Juga:  Suzuki Luncurkan All New Suzuki Hayabusa 2021. Ini Spesifikasinya!

Selain itu DLHK mengungkap, bahwa dengan masih adanya pabrik di Bandung Barat yang membuang limbah tanpa proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), pihaknya membutuhkan bantuan dari masyarakat agar ikut terlibat untuk melakukan pengawasan.

“Memang dengan adanya Satgas Citarum, kami lebih terbantu, tapi pengelola pabrik ini selalu kucing-kucingan saat membuang limbah kotor. Biasanya mereka membuang limbah saat malam hari,” Ukap Apung

Baca Juga:  Keren! 3 Siswa Asal Mataram Akan Berkompetisi pada World Scholar's Cup di Australia

Penanganan masalah pencemaran Sungai Citarum bukan kali ini saja. Sejak 1989 hingga pada 2008, Pemerintah Pusat menyepakati tawaran dari Asian Development Bank (ADM) dengan biaya pinjaman sebesar Rp 6,7 triliun, bahkan biayanya menjadi membengkak hingga menghabiskan anggaran Rp 9,1 triliun.

Sementara itu program Pemprov Jabar pada 2013, Citarum Bestari pun tidak optimal. Hingga terbitlah Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. (Red)